Podcast Bu Heni

My new target = menikmati aliran air

Tidak ada komentar
Menjelang sore habis, sekitar jam 4 sore, acara Kick Andy tayangan ulang menarik perhatianku. Padahal belum juga mandi sore dan sholat ashar. Duh kebiasaan buruk.
Isi acaranya sudah menarik perhatianku beberapa waktu lalu sih. Karena, berkisar tentang perjuangan anak miskin untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Wuih semangat sekali. Bagus sekali. Saya sangat terinspirasi.
Tokohnya adalah pak Yohanes Surya, A. Azra, Renald Kasali dan A. Fuadi.
Suka sekali mendengar betapa mereka bekerja sambilan, tidur hanya 3 jam sehari dan bias lulus cum laude atau straight A. hebat benar. Jadi terinspirasi lagi untuk kembali belajar bahasa Inggris. Dan ingin merapikan kembali sistim pembelajaran untuk anak-anak.

Sekaligus juga membuatku terinspirasi di hal lain. Untuk kembali sekolah lagi, aku sudahi dulu. Bukannya apa-apa, kondisi anak dan keluargaku, jika aku tinggal, wah pengorbanannya terlalu besar. Dan aku bias jadi tidak maksimal kemana-mana. Sekarang sudah terlanjur bisnis jilbab yang ingin dijadikan bisnis keluarga sampai nanti kami sama-sama tua. Iya kan. Kalau aku sekolah, bisnis selesai, anakku sama siapa, suami bingung ga bias konsen, mertua sudah sakit-sakitan dan tidak bias nyari nafkah lagi, dan terutama ibuku sudah sepuh gitu. Wah, terlalu mengerikan.

Jadi aku focus saja sekarang pada usahaku. Nah, karena aku sudah mulai mendesain jilbab dan membuat aksesoris. Maka, kursus atau ilmu seni apa yang bias aku pelajari, sehingga desainku lebih bagus. Aku ingin berhasil dalam hal ini. Sungguh menarik menggeluti bidang desain dan aksesoris handmade ini. Fantastic. Warna-warni. U
Untuk ilmu sainsku, aku bias mengajari anakku dengan lebih intensif dan regular. Kelak aku ingin mengajar bimbel kelas 6 SD saja seperti bu Tjok dulu itu. Persis seperti itu saja, sebagai tambahan income sekaligus amal.

Sedangkan menulis adalah nafas sehari-hari. Jadi tidak ada target, karena menulis itu menikmati. Seperti yang dikatakan Desi padaku tempo hari.

Tinggal yang mengganggu pikiranku adalah kondisi rumah yang belum bias rapi dan enak dibuat belajar. Harus menunggu sampai selesai lebaran. Ya sudahlah, itu adalah konsep yang bagus. Pisah kamar, banyak rak, jadi rumahku rapi. Semua bias dikerjakan sedikit sedikit dan tidak terlalu capek atau malah malas seperti selama ini.

esmosi

Jika kondisi rumah biasa. Ramai. Aku begitu rindu dengan kesepian. Begitu suka dengan tiadanya suara apapun, kecuali desisan deru kipas angin, tarikan nafas anak dan suami yang sedang tidur dan suara ketukanku sendiri di atas papan berhuruf kapital.

Namun, ketika kesepian itu mendadak dianugerahkan kepadaku, ketika aku belum menyerah pada kuasa alam mimpi. Aku mendadak pula tertegun kebingungan. Oke, sekarang sendiri. Lalu apa?

Dan ini tidak hanya terjadi sekali atau dua kali.

Maka kemudian aku mencoba cara ini, aku menulis saja ketertegunanku itu sekarang. Dan sepertinya semakin bergeraknya jari jemariku, yang sudah mampu pula tidak menabrak touchpad, sehingga tidak ada huruf yang berloncatan kesana kemari, aku merasakan nyawaku mulai kembali.

Dan terasa mulai menyenangkan. Terutama sekarang di dalam kamarku tidak hanya ada kipas angin. Sudah ada mesin pengendali kesejukan udara, yang kubeli secara kredit dari kartu kredit milik kakakku. Kakak yang sering memporak-porandakan hatiku. Sekaligus yang paling sering memberi dan menolongku. Betapa ironis dan relatifnya hati itu.

Aku menutup malam ini tidak dengan cantik.
Ada sesal dan sesak di dada. Ketika menyaksikan, Aldo, anak pertamaku, menarik nafas panjang mendengar jawabanku atas permintaannya membeli buku. Ampuun...bukankah aku sudah bertekad untuk menjadi baik, baik dan baik.

Menjadi ibu yang baik.
Seperti apa itu?

Aku pikir minimal, tidak berteriak-teriak dan tidak marah.

Tapi, aku masih mudah sekali marah. Amat sangat mudah marah kepada dua anak lelakiku. Mudah sekali jengkel dan merasa betapa berat mengurus mereka berdua. Padahal aku tahu, bahwa yang sedang kukerjakan itu berpahala, ladang amal, amanah dan tugasku sebagai ibu.
Maka, aku mulai memikirkan hal ini, dengan ingin mencari tahu apa sebabnya.
Kenapa aku ingin marah hari ini, padahal aku bisa ke warnet, foto bisa diupload, ada yang mau beli, laptop pun beres. Lalu kenapa masih marah?
Entahlah, ini mungkin analisaku :
1. Aku marah biasanya ketika aku mulai marah kepada diri sendiri. Kenapa aku memarahi anakku untuk hal-hal yang seharusnya aku tidak perlu marah. Dan perasaan bersalah itu malah semakin membuatku terus menerus marah dan mudah sekali gusar.
2. Ketika aku menatap wajah tidak enak dari suamiku, dan merasa aku bukanlah sebaik yang seharusnya sebagai ibu ataupun istri.
Ya, biasanya karena dua hal ini, aku menjadi begitu mudah naik pitam untuk hal yang sangat sepele. Perasaan bersalah itu sangat meracuniku dengan mudahnya. Kenapa ya?
Lalu bagaimana mengatasinya.
1. Aku mulai berdoa dan mengadu. Aku menyerah dengan kelemahanku. Aku tidak mau menganalisa terlalu dalam bahwa diriku adalah efek dari pola asuh ortuku saja. Karena aku tidak mau menjadi marah kepada mereka. Padahal mereka sudah berjuang jiwa raga untuk semua anaknya. Maka aku mengadu dan meminta pertolongan agar bisa menjadi lebih baik hatinya. Minimal tidak mudah marah dan bisa berkata lebih lembut.
2. Supaya tidak kelepasan marah, aku ngapain ya enaknya. Itu marah kok spontan banget rasanya. Di hati masih berkata tidak, jangan. Eh mulut ini sudah keceplosan teriak ini itu. Aduuhh….kok aku gini-gini amat ya,,…..
3. Mungkin lebih baik aku…menggigit lidah? Menutup mata? Atau berkata, anakku yang baiiikkkk…………..begini ya………huhuhuhu…dicoba ajalah…
4. Aku adalah istri yang baik dan bisa mengurus rumah dengan baik lho. Iya iya, kadang juga berantakan lagi. Iya nih, aku sebel aja kali sama suami dan anak yang pinter banget memberantakkan kembali keadaan rumah yang sudah dibereskan dengan susah payah. Ya mainan, ya koran. Ampun, lelaki apa jorok semua se,,,,,
5. Ya sudah, terakhir, aku harus mencoba menahan diri saja. Minimal tidak ngomel-ngomel. Malu ngomel dah umur. Gitu aja deh mikirnya. Malu dilihat anak, dah segede ini ngomel melulu. Aku pengen mereka hormat padaku. Oke deh, itu yang cukup mengkatalis hatiku di akhir hari ini. Semoga ada pertolongan-NYA untukkku dalam melaksanakannya. Amin.