Podcast Bu Heni

Biarlah Dia Mengenal Cinta

4 komentar
Waktu berjalan tanpa terasa. Sepertinya baru kemarin saya meringis kesakitan menahan kontraksi. Menangis. Dimarahi ibu bidan karena menahan sakit dengan merem. "Ayo, nggak boleh merem, buka matanya kalau nahan kontraksi ya. Kalau merem nanti pembuluh darah matanya pecah loh".
Serem ya. Merem ketika ngeden mau melahirkan normal itu dilarang loh.
Walaupun sakitnya luar biasa, saya tertawa ngikik saja ketika sudah terdengar suara "Oeeekkk!!!". Dan lahirlah itu si bayi cempluk unyu-unyu. Anak pertama. Laki-laki. Beratnya 3600 gram. Wuih, bayangkan, baru pertamanya punya anak, sudah bisa ngeden dan mbrojolin bayi manusia segede 3,6 kg.

Si bayi unyu ini, tak terasa sudah punya kumis tipis. Tingginya jangkung melebihi saya, ibunya. Walau badannya kurus (karena dia anti jadi gendut), menurutnya dia selalu mendapat pujian sebagai "Pria Menawan" di sekolahannya. #eaaaa....

Membesarkan anak laki-laki itu membutuhkan perjuangan berat (bagi saya). Kenapa?
Karena pada intinya, sifat laki-laki dan perempuan itu berbeda banget. Jadi sifat saya, ibunya, yang notabene perempuan, tentu beda banget dengan anak-anak saya yang laki-laki semua.

Misalnya, jaman saya kecil suka tuh main sekolah-sekolahan, belajar, jadi guru. Begitu juga yang saya amati pada keponakan perempuan. Sedangkan kedua anak lelaki saya, begitulah, mainnya sekitar puzzle, sepak bola, mobil-mobilan, manjat pohon, kabur dari pagar ketika disuruh tidur siang dan berusaha nyolong-nyolong waktu ke rumah tetangga untuk main game.

Si Sulung saya yang udah Abege ini karakternya unik. Malah seperti berkepribadian ganda. Dia itu melow dan sensitif, mudah baper. Namun cueknya minta ampun. Nggak peduli sama sekali yang namanya penampilan fisik. Ketika ditegur, "mbok yang rapi naakk biar gantengnya maksimal gitu loh". Dia njawabnya, "aku udah ganteng kok."

Saya sempat ikutan il-feel , ilang feeling, menghadapi kecuekan (baca, kejorokan) nih anak. Untuk sikat gigi, bau mulut, bau badan, ketombe, jarang keramas, males mandi, kamar berantakan, kaos kaki jarang ganti, itu semuanya dia sama sekali tak peduli. Semakin gede, semakin diingatkan dia semakin sensitif. Marah. Dengan tatapan matanya yang menusuk kalbu, dan menghentakkan kedua tangan ke tubuhnya sendiri, dia sering melawan semua teguran saya. "Aku udah sikat gigi ma. Selalu aja aku di bully !!!" , Saya pun terpana menerima semua itu dan berencana untuk menyerah saja, walau masih melihat hasil "sikat giginya" itu tidak tampak sama sekali pada deretan giginya yang memang sedikit gingsul.

Ya sudahlah. Mau jadi cowok jorok, joroklah nak, terserah kamu. Semoga aja nanti istrimu nerima kamu apa adanya. Dan mau nyemprot ketiakmu itu dengan deodorant. Atau mau berjaga di depan pintu kamar mandi, sambil membawakan sikat gigi yang sudah siap dengan odolnya. Dan seminggu sekali rela melakukan ritual keramas untuk suamimu itu. Begitulah, doa seorang ibu yang sudah nyerah dengan "kejorokan" si anak laki abege ini.

Tetapi oh tetapi, bagaikan mendapat durian runtuh. Hampir satu bulan ini saya mulai sadar ada yang berubah. Ada yang hilang. Apa ya itu? kenapa hati ini jadi tenteram?

"Ma, mas sekarang sudah nggak bau ketek lagi ya."

Oh iya, itu dia. Celotehan si adek benar. Anak sulungku udah nggak bau lagi keteknya. Giginya pun putih bersih. Walau kadang nggak terlalu bersih sih, cuma nggak keterlaluan seperti biasanya ya. Dia pun sigap untuk bangun pagi, mandi, semangat berangkat sekolah dan yang terakhir ini adalah perubahan yang sangat membahana, yaitu dia jarang marah-marah lagi malah sering senyum-senyum sendiri sambil nyanyi-nyanyi.
Inikah oh namanya, anakku sedang jatuh cinta? ternyataaaaaaa..... #nyenyong

Saya mulai curiga nih anak mulai naksir cewek. Satu hal yang selalu dia bantah luar biasa sejak kelas 5 SD. Ketika semua temannya sudah rame perkara perebutan gebetan dan siapa duduk dekat siapa. Apa benar dia lagi jatuh cintrong?

Suatu hari, ketika saya iseng membuka update-an bbm, saya lihat anak saya pasang status di profil bbm-nya. Nah loh, tumben nih anak nulis status. Walau isinya tentang targetnya dapat subscriber youtube di channel review gamenya aja sih. Tapi ya, saya amazing aja nih anak, fitur BBM nya di install lagi di hapenya. Padahal dia tuh cuek beibeh dan anti chatting-chaating gak jelas dengan aplikasi apapun. Saya aja yang memaksa kemarin dia pasang whatsapp biar bisa dihubungi oleh saya dan bapaknya.

Setelah status bbm sering diupdate, saya amati juga dia sering hape-an sekarang. Nggak terdengar suara video youtuber yang biasanya dia lihat. Silent and full of smile. Wah bener ini dugaan emaknye, pasti dia lagi bbm-an sama cewek. Tapi, siapakah dia? sebagai emak, saya wajib mengetahuinya.

Sedikit demi sedikit, saya mulai pasang jurus menginvestigasi anak abege saya ini.  Segala cara ditempuh. Mulai sedikit sindir menyindir. Nyeritakan kisah cinta saya dan bapaknya. Ngutip-ngutip kata-kata pujangga atau lagu yang lagi hits. Sampai akhirnya di suatu malam, tibalah saatnya. Dengan gugup disodorkanlah hape item kecilnya itu pada saya. "Ma, ma ini nih baca nih, lihat". Dia gugup luar biasa, karena si adek di belakangnya udah jumpalitan pengen ikutan baca isi hape kakaknya juga.
> "Eh, tahu nggak, aku deg-degan loh kalau lihat kamu."  [bbm dari teman ceweknya]
 <"Kalau nggak deg-degan, ya mati namanya." [jawab anak saya]
> "ah, kamu..."
 Misteri telah terpecahkan!
Saya ngikik dalam hati. Anak lelaki gueh ditembak ama cewek. Hadoh, anak cewek jaman sekarang yaaa, beraninye.
Saya berjuang sekuat tenaga untuk tidak over-reaction pada anak lelaki abege umur 13 tahun lebih ini. Saya tidak marah, tapi juga tidak beraksi sangat gembira. Belum saatnya saya bereaksi seperti akan menerima calon menantu kan?

Saya senyum aja ringan. Ikutan membaca bbm-nya sedikit saja, lalu menyerahkan kembali hape itu kepada anak saya. "Anak mana?" tanya saya singkat. "Anak kelas A", jawab anak saya.

Oh, beda kelas. Baiklah, ketika sudah tahu namanya besok emaknya akan melakukan penyelidikan secara gerilya melalui momen hahahihi saat ketemu ibu-ibu wali murid. #teuteuup.....

Kenapa saya membiarkan anak saya begitu?

Kenapa saya tidak segera menarik hp-nya dengan paksa, lalu berkomentar, "kamu jangan aneh-aneh ya. tugasnya belajar belajar dan belajar. Anak masih bau kencur, belum bisa buang ingus aja udah mau macarin anak orang. Belajar dulu, Cari duit dulu. Kamu itu laki-laki tahu. bla..bla..blaaa..!"

Oh, NO, NO,NO. NO
Saya tak mau menerapkan gaya parenting jaman dulu. Anak baru bicara satu kalimat, sudah disambut rentetan nasihat. Belum juga si anak cerita, curhat, ortu sudah panik parno dan menyangka yang tidak-tidak.

Saya memilih untuk tetap di samping anak saya. Ingin jadi teman curhatnya. Karena saya kepo juga lah, namanya juga emaknya kan?? hihihi. Kalau saya komentar "panas", nanti anak saya malah nyumput sembunyi sendirian di pojok. Dengan hati luka karena merasa tidak dipercaya, dianggap anak kecil yang tidak becus apa-apa, dan menganggap perasaannya adalah dosa besar.

Saya tahu betapa mengerikannya model pergaulan di luar batas di jaman ini, namun saya berprinsip bahwa apapun yang terjadi, saya harus jadi garda depan anak saya. Yang pertama tahu cerita hidupnya, kisah cintanya, kisah putusnya, kisah kecewanya dan kisah ketakwaan hatinya dalam menjalani kehidupan ini.

Maka, saya lega luar biasa ketika nih anak yang cenderung pendiam, melankolis dan keras hati ini mau membuka diri pada saya, ibunya. Yang dia sama sekali belum bisa melakukannya pada bapaknya, yang punya karakter nyaris sama. Saya menyambut itu dengan melakukan percakapan ringan dan berulang-ulang pada anak saya.

Sebenarnya itu dalam bagian investigasi emak-emak. Saya tanyakan namanya, rumahnya dimana. Dan karena kebetulan saya pernah lihat nih anak di sekolahan, saya pun jadi rada nyambung ketika mendengar ceritanya. Saya juga diam-diam nyuri baca inbox fesbuk anak saya dengan si gadis imut itu. Dan membaca candaan mereka yang seputar game dan sekolah, saya cukup lega. Masih standar gaya anak SMP.

Saya yakin anak saya tidak akan keblabasan, amin. Karena sistim pengawasan di sekolahnya sangat ketat. Jangankan pacaran di sekolahan. Cuma lirik-lirikan saja bisa kena sangsi dijemur di lapangan dan disaksikan warga satu sekolahan. Malu kan?!.

Jadi, anak saya hanya kontak melalui gadget. Langkah awal yang aman.
Untuk langkah selanjutnya, saya perlahan dan halus mengingatkan bahwa ada aturan dalam agama Islam yang harus dia patuhi, jangan keblabasan.

Begitulah, saya memilih melakukan sistim pengasuhan anak dimana posisi saya dan anak adalah sama-sama makhluk Alloh SWT yang terus dalam proses untuk menjadi muslim yang sebaik-baiknya. Saya pun memilih untuk membiarkan anak saya mengalami rasa sayang kepada lawan jenisnya. Berkali-kali saya sampaikan padanya, lelaki suka sama perempuan itu adalah fitrahnya manusia. "Mama malah tenang kalau kamu dah mulai naksir perempuan. Jangan sampai naksir sesama jenis, duh amit-amit, naudzubillah."

Anak saya tertawa nyengir. "mama ini ada-ada aja".
Saya jawab cepat, "hari gini gitu loh. Bahaya banyak orang yang nggak bener."
"Iya ma, itu kemarin temanku di game loh aneh. Tiba-tiba dia nulis gini, 'eh aku homo loh, aku 100% banci'; Ya udah, langsung aku delete aja biar nggak berteman."

Nah loh, ya bener kan?

Jadi, ketika anak remaja lelakimu mulai naksir teman perempuannya, biarkanlah dia jatuh cinta. Dan terus dampingilah dia dengan pengawasan yang penuh cinta. Semoga Alloh SWT melindungi langkahmu agar selamat dunia akherat ya nak. Ibumu ini hanyalah hamba-Nya yang biasa-biasa saja dan masih terus berjalan.....

4 komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak dan memberikan komentar.
Pasti lebih menarik jika kita terus ngobrol. Bisa ke facebook: Heni Prasetyorini dan Twitter: @HeniPR. Sampai jumpa disana 😊