Podcast Bu Heni

Warna Warni Naik Kereta Api Kelas Ekonomi

Tidak ada komentar
Naik kereta api tut..tut..tut, siapa hendak turut.
Kesana...kemari, awas ada zombie....

Ahahaha, ini lagu Naik Kereta Api yang terkontaminasi film zombie Train To Busan.
> Haduh mbak Heni, move on kek dari Gong Yoo...<

Ah, iya baiklah.
FYI, Train to Busan itu film Korea, yang dibintangi Gong Yoo pemeran Goblin, dan ceritanya dia nggendong anaknya kesana kemari sambil dikejar-kejar Zombie.
#sekian
kereta api kelas ekonomi


Kembali ke kisah istimewa dan warna warni naik kereta api kelas ekonomi.
Sejak ibu dan adik bungsuku sekeluarga pindah ke Jombang, akhirnya saya kembali bisa merasakan naik kereta api sambil ngajak anak-anak.

Mereka seneng banget, karena udah lamaa sekali mendambakan bisa merasakan naik kendaraan tanpa roda bundar. Dan menjelang tahun baru 2017 kemarin, Saya dan keluarga kakak berhasil naik kereta menuju Jombang.


Ke Stasiun Sejak Sebelum Subuh

Dari Surabaya ke Jombang, saya naik kereta api ekonomi Penataran Dhoho. Jadwalnya kalau naik dari Stasiun Gubeng, berangkatnya sekitar pukul 04.30 WIB. Pas setengah jam setelah adzan shubuh. Karena rumah saya di Surabaya Barat nun jauh disana, maka kami berangkat sebelum shubuh. 

Saya dan suami bangun sekitar setengah 3 pagi. Lalu saya siapkan bekal makanan, karena bawa anak-anak laki itu biasanya "nyemego" alias suka makan nasi. Anak pertama suka roti, saya bekal juga roti beberapa tangkup. Anak kedua saya siapkan bekal nasi dan krengsengan daging yang saya beli kemarin sore trus diangetkan lagi. 

Sekitar jam 3 pagi kami berangkat ke stasiun Gubeng dengan kendaraan pribadi. Sampai di stasiun pas adzan shubuh. Kami sholat dulu di sebelah kanan stasiun, sebelah kanan Alfamart itu ada musholla kecil yang maaf kurang bersih sebenarnya. 

Kenapa kami berangkat sebelum shubuh?
Pertama, karena rumah cukup jauh, jadi takutnya telat kalau nunggu shubuhan dulu di rumah. Yang kedua, karena saya belum beli tiket kereta untuk anak pertama saya yang mendadak pengen ikut. Karena beli tiket Go SHOW alias dadakan, maka saya ancang-ancang beli pertama saat loket buka. Alhamdulillah masih ada tiket. Akhirnya, setelah ketemu rombongan keluarga kakak, kami siap naik kereta api ekonomi menuju Jombang Beriman. 


Sebuah kiriman dibagikan oleh Heni Prasetyorini (@heniprasetyorini) pada


Warna Warni Naik Kereta Api Ekonomi

Sebenarnya, waktu jaman kuliah di Bandung, saya hampir 98% naik kereta api Mutiara Selatan dari Surabaya-Bandung. Kadang saya naik dari stasiun Semut, kadang dari Stasiun Gubeng. Waktu sekolah SMA di Jombang juga, sering naik kereta api ekonomi, kadang Dhoho, kadang KRD.

Nah waktu masih ada kereta KRD, itu kelas ekonomi banget, parah banget deh. Kadang jendela kereta bolong karena ada yang melempar. Kadang malah ditutup triplek, jadi pengap. Penumpang bebas dan penuh. Rebutan tempat duduk gitu. Pedagang asongan juga bebas keluar masuk dari stasiun ke stasiun. Toilet atau kamar mandi, haduuh, bau hamster kalau kata anak bontot saya, pesing banget. Ibarat kata, walau kebelet mending menahan diri sekuat hati daripada masuk toilet. Udah gitu, sering berhenti dan lamaa. 

Artinya, gambaran kereta api kelas ekonomi itu sangat menyedihkan bagi saya.

Ternyata oh ternyata sekarang berubah. Kereta ekonomi itu bersih. Nggak ada pedagang asongan. Semua penumpang bisa duduk. Toilet juga (relatif) bersih --> karena saya masih nggak tega aja masuk kesana :). Plus yang istimewa adalah di dalam tiap gerbong dipasang AC, jadi dingiiinn...

Dengan kondisi kereta ekonomi Dhoho seperti ini, anak saya jadi keranjingan ingin naik lagi naik lagi. Akhirnya, karena suami saya nggak tahan rengekannya, saya berdua aja sama dia diantar ke stasiun Gubeng subuh-subuh, untuk pergi ke Jombang dengan tiket go show, yang mendadak beli di stasiun. 

Anak saya sempet deg-degan dan sedih, ketika tahu nomer tiket tidak urut. Dia takut berpisah dari saya. Ditawarin makan ini itu nggak mau saking cemasnya. Padahal di dalam gerbong, kita bisa kongkalikong aja tukeran tempat duduk sama penumpang lain. Lucu juga nih anak. Saking cemasnya sejak nunggu di peron kali ya, akhirnya pas naik kereta langsung pules tidur. 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Heni Prasetyorini (@heniprasetyorini) pada

Tentang TIKET 

Harga tiket Surabaya-Jombang hanya 12ribu, murah banget ya. Yang mahal jajannya :D
Karena udah rada santai naik kereta, waktu balik ke Surabaya lagi, anak saya ini jadi banyak maunya. Beli coklat, minuman yoghurt, dll. Tekor deh emaknye.

Sebenarnya dari segi keamanan dan kenyamanan, mending naik kereta deh ya. Sekeluarga juga malah asyik. Tapi usahakan beli tiket jauh-jauh hari, biar bisa mesen tempat duduk yang hadap-hadapan. Jadi anaknya nggak takut lagi jauh dari ortunya kayak anak saya tadi.

Trus kalau ingin pulangnya naik kereta juga, usahakan juga sekalian beli tiket pulangnya. Tapi ada yang berbeda kalau beli tiket langsung mendadak loh. Kalau misalnya, berangkat hari Minggu subuh, pulangnya hari itu juga, Minggu sore, bisa langsung beli tiket go-show pulang pergi, di subuh itu juga.

Tapi, kalau pulangnya besoknya, Senin sore misalnya, loket tiket pemesanan baru buka jam 9 pagi. 

Nah, kemarin waktu saya mau pesan, dilarang deh. Kudu nunggu loket buka jam 9 pagi, kan mustahil. Wong saya naik kereta ke Jombang jam 4.30 kan? 
Seharusnya ketika sampai di stasiun Jombang, saya langsung beli tiket pulang untuk besoknya. Ehlahdalah lupa!
Langsung aja ngacir ke pintu keluar, cari bentor (becak motor), trus ngacir deh ke rumah ibu di Jombang. Lain kali, emak-emak waspada yaa, takutnya kehabisan tiket kayak saya nih, jadi anak kudu bolos sehari demi tiket kereta api hihihi.

ohya jadwal naik kereta api Dhoho bisa dicek disini ya, 
http://keretaapikita.com/jadwal-kereta-api-rapih-dhoho/


Pelajaran Hidup di Kereta Ekonomi

Namanya naik kereta api ekonomi yang tiketnya 12-15 ribu ya, jangan mengharapkan fasilitas mewah atau karakter penumpang yang wah juga. Bener-bener grass root. Super duper kudu sabar menghadapi aneka karakter orang.

Yang saya hadapi juga macem-macem, misalnya:

Ada kakek-kakek yang masang ring tone hape keraaas banget. Udah gitu, anaknya mungkin ya, karena panik, dikit-dikit nelpon ini kakek. Dan si kakek yang seringnya ketiduran, kalau ringtone udah bunyi hampir 5 menit lebih, baru deh bangun dan hapenya di angkat. Atau baru ngeh kalau itu ringtone hapenya. Nggak ada satupun yang menegur dengan kondisi ini, tau diri loh, ini kelas ekonomi. Jangan banyak protes ah. Sabaar. 

Kalau kita sebel, paling sesama penumpang cuma saling pandang-pandangan lalu nyengir, kemudian berusaha keras tidur atau mengalihkan perhatian.

Kalau nggak kakek atau nenek, yang kedua adalah tangisan anak-anak dan bayi. Kalau mereka ketawa, masih seneng ya suasananya. Ini udah kereta brenti lamaa di tiap stasiun karena harus ngalah dengan kereta api luar kota, kelas bisnis, eh ini ada suara anak nangis. Atau bayi nangis,  muntah pula. Kalau nggak kuat iman, bisa marah kan?

Tapi ternyata nggak loh. Bukannya ibu si bayi dimarahin, malah banyak yang pengen nolong untuk nggendong nih bayi biar diem. Banyak yang ngasih nasihat juga ini itu. Rame deh. Tapi penuh cinta kasih. Suka kan lihatnya? 

Ngomong-ngomong tentang bayi nangis, saya jadi ingat dengan satu anak perempuan kecil yang digendong ibunya. Ibunya berdiri di depan saya. Anak itu umurnya sekitar 2 tahun. Air matanya berlinang. Gerak bibirnya menangis. Tapi nggak ada suaranya sama sekali.

Waktu itu saya heran, nih anak kok nangis nggak ada suaranya ya?
Mulai deh, naluri emak-emak muncul, yaitu antara kasihan dan berprasangka buruk. Haduh, maaf jujur, mak.

Saya bicara dalam hati. Nih anak udah kurus gitu, nggak diurus apa sama ibunya?
Saya buruk sangka, karena lihat ibunya cuek banget gayanya. Pake celana pendek jins selutut, kemeja pendek. Rambutnya dicat merah, kering dan dikuncir sekenanya. Dengan cueknya juga dia menyusui anaknya di depan kami semua, tanpa ada upaya apapun menutupi bagian tubuhnya yang memberikan ASI. Jadi ingat kampanye breastfeedingwithlove di instagram deh, banyak ibu-ibu bule yang memamerkan foto menyusui bayi.


Sambil menyusui, nih ibu muda mondar-mandir juga dengan cueknya kesana kemari. Memang juga hari itu lagi apes. AC gerbong error, jadi panasnya minta ampun. Nih anak pasti gerah. Tapi kok nangisnya tanpa suara?

Perlahan anak kecil itu berganti orang yang menggendong. Kali ini sosok laki-laki, melihat wajahnya cukup berumur. Apa ini kakeknya ya? kalau kakeknya kok mirip banget sama nih anak? kalau itu bapaknya kok tua banget?
Ya Tuhan, ampuni hamba, kok kayak infotainment too isi kepala ini. 

Saya berusaha mengalihkan perhatian. Sebenarnya pengen curi-curi foto. Memotret mereka. Tapi pasti ketauan karena hape saya ukuran 7 inchi. Saya juga sungkan. 

Ketika hampir sampai di Surabaya, sekitar stasiun Mojokerto, seorang ibu yang duduk tepat di depan saya mulai ngajak ngobrol. Dari beliau saya tahu cerita anak yang menangis tanpa suara itu. Ternyata dia mengalami kebocoran jantung sejak bayi. Seharusnya dirawat setahun di RS. Dr. Soetomo Surabaya. Tetapi karena tidak ada biaya, diambil rawat jalan. Syaratnya tiap bulan harus kontrol. Nah, sekarang adalah jadwal mereka kontrol ke rumah sakit. Asal mereka dari Tulungagung. 

Astaghfirullah hal adziim...langsung lemas hati ini...lunglai...dosanya aku...dosa banget.
Sedari tadi mbatin sendiri menduga yang enggak-enggak ke ibunya anak ini. Ternyata anaknya sakit. 

Saya pun menatap lagi wajah si ibu muda yang cuek itu. Di bawah matanya cekung banget, kelihatan kalau kurang tidur. Pasti anaknya rewel, karena tampak juga nafasnya berat. Pantesan anak ini nggak ada suaranya waktu nangis, ternyata jantungnya nggak kuat buat memacu suara nangis. 

Karena merasa berdosa, saya mohon ampuuun di dalam hati tanpa putusnya, sambil mendoakan nih anak dan keluarganya dapat yang terbaik. Amiin Ya Alloh, amiin. Kasihan kamu deekk...

"Pandangan pertama awal aku berjumpa,"...
jedeeerr mendadak ada lagu diputar kenceng banget dari hape seseorang. Siapa sih? penumpang lain mulai gelisah. 

Aduh berisik, seseorang protes dengan berbisik.

Tapi lagu Slank itu nggak brenti juga, nggak dikecilin juga volumenya dan nggak ada satu pun yang protes ke orang yang memutarnya.

Saat saya berdiri menyiapkan tas ransel untuk turun ke stasiun Gubeng, barulah saya tahu, oh ternyata yang muter lagu keras-keras itu ibu muda si anak yang bocor jantungnya tadi. Pantesan semua menahan diri.

Oh betapa penuh kasih sayangnya naik kereta api kelas ekonomi.
Saya berniat untuk mengajak anak dan suami untuk pergi lagi, naik kereta api. Karena banyak pelajaran moral yang bisa dipetik disana. Ini masih sebagian saja yang terjadi. 

Bagaimana dengan pengalaman teman-teman waktu naik kereta api?