Di acara wisuda sekolahan anak sulungku, mendadak disuruh jadi wakil, ditelepon malam-malam. Lokasi Gedung Zhang Palace Jl. Lontar Surabaya. Wisuda SD Khadijah 3 Surabaya.
Nggak tau kalau di shooting. Sebulan kedepan, eh mendadak nongol di tv pas eikeh motongin sayur buat buka puasa.
Yang Penting Ilmunya
Pendiri Jawa Pos, pak Dahlan
Iskan, sempat menyita perhatian saya dengan kisah hidupnya. Yaitu tentang
kuliahnya yang tidak sampai lulus. Masuk kuliah hanya untuk mengetahui ilmunya
saja. Ketika ilmunya sudah diperoleh, beliau memutuskan berhenti kuliah lalu
mempraktekkan ilmunya itu di dunia kerja. Bagi saya itu terobosan yang luar
biasa berani. Belum pernah seumur hidup saya bertemu langsung dengan orang
seperti pak DIS ini. Bahkan tidak ada satu pun teman yang berhenti kuliah
karena merasa sudah cukup ilmunya. Yang terjadi bisa saja karena memutuskan
menikah dini atau malas meneruskan kuliah karena tidak cocok dengan ilmunya. Dan
setelah mereka berhenti pun, akhirnya beralih untuk menekuni hal lain. Akibat salah
pilih jurusan, begitulah intinya.
Saya mencoba mengerti jalan
pikiran pak DIS ini. Beliau hanya focus pada isi ilmunya, bukan titel
sarjananya. Nah, focus pada ilmu ini bisa luar biasa jika dibiasakan sejak
anak-anak. Mereka sekolah, belajar itu karena ingin tahu tentang suatu ilmu. Mereka
merancang masa depan ingin sekolah dimana, kuliah dimana, kursus dimana, atau
belajar apa itu karena minat dan rasa ingin tahunya terhadap ilmu tertentu. Jika
di terjadi, maka bisa luar biasa tekun, konsentrasi, focus dan bersemangatnya
mereka.
Hal ini terus memenuhi benak
saya, terutama ketika kemarin mendengar seorang ibu dan anak bercerita
tentang persaingan masuk SMA Negeri dan Perguruan Tinggi Negeri. Yang disebutkan
berulang kali adalah nama sekolah favorit dan taktik untuk bisa masuk ke sana.
Misalnya, Kalau ingin ke ITB, ITS, UI ,
dll, jalur undangan, usahakan masuk SMAN “B” saja. Nah dari SMPN “A” pun bisa
saja masuk ke SMAN “B”, asal nilainya begini begini, caranya begini begini. Dan
begitulah seterusnya.
Tidak satupun ada kalimat yang
menyebutkan atau mereka perbincangkan, bahwa kalau kamu ingin belajar ini, ahli
dibidang ini, maka ambil sekolah disini atau kuliah disini. Jadi yang utama
adalah nama sekolahnya, bukan ilmu yang ingin dipelajari disana.
Sebenarnya hal ini begitu umum
dan jamak sudah sejak saya kecil. Itulah
sebabnya, demi masuk PTN favorit, anak lulusan SMA biasanya main hantam saja ketika
memilih jurusan kuliahnya. Tidak peduli sesuai minat dan kemampuan atau tidak,
yang penting diterima di PTN favorit. Lalu setelah masuk PTN, dan tahu jika
ilmu yang dipelajari kurang menarik minatnya, mulailah mereka merasa gerah. Kuliah
asal-asalan, main copy paste, Cuma nongkrong kesana kemari dan tidak sayang
untuk membuang waktunya dan biayanya sia-sia di kampus. Sungguh eman-eman, alias sayang
sekali. Dan itu pun saya temukan terjadi pada beberapa teman saya sendiri.
Berkaca pada fakta ini, saya
mulai tergelitik untuk terus memantau minat dan bakat anak-anak saya. Dan mencoba
sebisa mungkin mengarahkannya untuk memilih apa yang akan ditekuninya nanti. Saya
suka sekali mengamati orang yang telah memilih satu profesi dan menekuninya
dengan sepenuh hati. Apapun itu. Apakah pelukis, peniup gelembung sabun,
peneliti, penulis, pengusaha dan lain sebagainya. Maka, akan sangat menarik
sekali jika anak-anak saya bisa mengisi hidupnya dengan sesuatu yang memang dia
minati. Lalu berprofesi dengan keahlian yang baik di bidang itu.
Dan yang lebih
penting lagi adalah, saya ingin anak-anak begitu mencintai dan menghargai ilmu
lebih dari embel-embel apapun di mata manusia di bumi ini. Ilmu apapun harus
diarahkan ke semangat tauhid yang membuat mereka lebih mencintai Sang Pencipta,
bekalnya untuk mandiri dan bermanfaat untuk alam semesta.
Semoga. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)