Sebuah berita LIVE di TVOne membuat saya terperangah. Ada dua bapak berseragam dari kepolisian mengungkapkan dengan detil dan gamblang berita penetapan tersangka kasus penemuan jenazah seorang anak perempuan di dalam kerdus di daerah Kalideres Jakarta.
Pertama saya takjub dengan begitu blak-blakannya pihak kepolisian menyampaikan semua hal tersebut di televisi. Sesuatu yang bagi saya, baru saja terjadi di sejarah pertelevisian. Seperti apa blak-blakannya?
Pihak polisi pertama memberikan pernyataan bahwa tersangka kasus di atas, sudah ditemukan. Kemudian pihak polisi keduan memberikan kronologi detil cara penyelidikan sampai akhirnya ditetapkan tersangka sebagai pelaku. Foto penyelidikan, timeline, foto wawancara diberikan dari slide kepolisian. Bahkan video rekaman pengakuan tersangka saat diinterogasi pun ditayangkan dengan jelas. Hanya saja pihak televisi memilih untuk menayangkan secara zoom out, didampingkan dengan tayangan insert ekspresi bapak korban yang tak kuasa menahan air mata dan amarah.
Dari hasil pemeriksaan forensik jenazah, ditemukan adanya kekerasan asusila yang mengarah pada kematian. Dari hal tersebut, dilacak keberadaan profil pelaku yang diduga mengidap kelainan psikoseksual terhadap anak-anak atau biasa disebut pedofilia.
Karakter pedofilian antara lain, hidup sendirian, single dan dekat dengan anak-anak.
Kalimat terakhir ini cukup menohok jantung saya. "Dekat dengan anak-anak?"
Betapa mengerikan perkembangan dunia nyata sekarang ini. Dulu jaman saya kecil, jika ada guru, kakek atau paman yang baik pada anak-anak, akan disambut dengan baik dan dianggap tetua yang patut dihormati. Biasanya berkunjung ke rumah mereka ini, anak-anak dianggap dalam zona nyaman.
Namun kebalikan dengan fakta yang terjadi akhir-akhir ini. Ibarat kata, janganlah mudah percaya dengan siapapun bahkan kepada bapak kandungmu sendiri.
Saya pun mengalami kecemasan tentang profil pedofilia yang patut diwaspadai tersebut. Sampai suatu saat ada seorang pria setengah baya yang menjadi pemimpin dalam daerah kami. Beliau baik sekali, ramah dan suka dengan anak-anak. Menurut cerita anak saya, jika ada yang main, beliau akan memanggil mereka untuk mendekat di rumahnya lalu diberikan makanan dan minuman. Duh, sinyal bahaya langsung menyala di kepala saya. Memang beliau bukan orang single, melainkan tinggal dengan istri dan anak perempuannya. Tetapi (maaf) istrinya sedang sakit parah dan anak perempuannya jarang di rumah. Semua hal bisa terjadi. Karena tidak mau kecolongan, saya melarang anak-anak saya untuk masuk ke rumah bapak ini. Jika dikasih makanan, makan di luar rumahnya bersama teman-teman. Jika dipanggil sendirian, jangan mau. Jika disuruh masuk rumahnya, jangan mau. JIka terpaksa mengambil bola atau skok badminton yang jatuh ke rumahnya, harus bersama teman lainnya dan cepat keluar.
Anak saya heran dan bertanya kenapa?
Saya jawab, lebih aman bermain tanpa masuk ke rumah orang. Karena ada istrinya yang sakit, saya jadikan itu alasan supaya tidak mengganggu. Saya beritahu secara kiasan, bahwa kita harus selalu waspada jika ada orang yang tidak baik. Saya pun menjelaskan batasan tubuh anak saya bisa dipegang oleh orang lain.
Kedua anak saya laki-laki, namun sekarang tidak hanya punya anak perempuan saja yang katanya harus waspada, laki-laki juga.
Sempat saya berpikiran, betapa kasihan anak-anak dengan nasihat dan batasan yang kami berikan agar mereka waspada pada orang jahat, narkoba, penculik atau pedofilia. Kok hidup di luar rumah mengerikan gitu loh tampaknya. Tetapi jika kita diam saja, dan tidak waspada, apalah jadinya?
Mari selamatkan buah hati kita dari mereka yang berpotensi berbuat tidak baik. Ingat kata bang Napi di tivi, Kejahatan muncul karena ada Kesempatan, Waspadalah Waspadalah!
Sebaiknya kita kunci kesempatan buruk itu sebaik mungkin, sehingga tidak terjadi pada anak kita, temannya dan anak tetangga atau saudara kita. Ingat, menjaga satu anak butuh orang sekampung. Jadi anak tetangga pun, adalah anak kita, perlu diperhatikan.
Tentu tidak mudah mengajak anak untuk waspada jika mereka tidak terlebih dahulu diikat hatinya untuk dekat dan percaya pada kita, orang tuanya. Maka teknik parenting dengan sepenuh hati perlu diterapkan berkali-kali,setiap saat, dalam kondisi apapun. Bukan dengan satu dua kali percakapan, namun itu butuh waktu seumur hidup.
Tak lupa selalu memanjatkan doa untuk keselamatan anak-anak dan keluarga kita. Karena doa adalah senjata ampuh yang tidak bisa diremehkan keajaibannya.
Selamatkan buah hati kita, dengan doa dan ikhtiar.
Stop kekerasan pada anak.
Pertama saya takjub dengan begitu blak-blakannya pihak kepolisian menyampaikan semua hal tersebut di televisi. Sesuatu yang bagi saya, baru saja terjadi di sejarah pertelevisian. Seperti apa blak-blakannya?
Pihak polisi pertama memberikan pernyataan bahwa tersangka kasus di atas, sudah ditemukan. Kemudian pihak polisi keduan memberikan kronologi detil cara penyelidikan sampai akhirnya ditetapkan tersangka sebagai pelaku. Foto penyelidikan, timeline, foto wawancara diberikan dari slide kepolisian. Bahkan video rekaman pengakuan tersangka saat diinterogasi pun ditayangkan dengan jelas. Hanya saja pihak televisi memilih untuk menayangkan secara zoom out, didampingkan dengan tayangan insert ekspresi bapak korban yang tak kuasa menahan air mata dan amarah.
Dari hasil pemeriksaan forensik jenazah, ditemukan adanya kekerasan asusila yang mengarah pada kematian. Dari hal tersebut, dilacak keberadaan profil pelaku yang diduga mengidap kelainan psikoseksual terhadap anak-anak atau biasa disebut pedofilia.
Karakter pedofilian antara lain, hidup sendirian, single dan dekat dengan anak-anak.
Kalimat terakhir ini cukup menohok jantung saya. "Dekat dengan anak-anak?"
Betapa mengerikan perkembangan dunia nyata sekarang ini. Dulu jaman saya kecil, jika ada guru, kakek atau paman yang baik pada anak-anak, akan disambut dengan baik dan dianggap tetua yang patut dihormati. Biasanya berkunjung ke rumah mereka ini, anak-anak dianggap dalam zona nyaman.
Namun kebalikan dengan fakta yang terjadi akhir-akhir ini. Ibarat kata, janganlah mudah percaya dengan siapapun bahkan kepada bapak kandungmu sendiri.
Saya pun mengalami kecemasan tentang profil pedofilia yang patut diwaspadai tersebut. Sampai suatu saat ada seorang pria setengah baya yang menjadi pemimpin dalam daerah kami. Beliau baik sekali, ramah dan suka dengan anak-anak. Menurut cerita anak saya, jika ada yang main, beliau akan memanggil mereka untuk mendekat di rumahnya lalu diberikan makanan dan minuman. Duh, sinyal bahaya langsung menyala di kepala saya. Memang beliau bukan orang single, melainkan tinggal dengan istri dan anak perempuannya. Tetapi (maaf) istrinya sedang sakit parah dan anak perempuannya jarang di rumah. Semua hal bisa terjadi. Karena tidak mau kecolongan, saya melarang anak-anak saya untuk masuk ke rumah bapak ini. Jika dikasih makanan, makan di luar rumahnya bersama teman-teman. Jika dipanggil sendirian, jangan mau. Jika disuruh masuk rumahnya, jangan mau. JIka terpaksa mengambil bola atau skok badminton yang jatuh ke rumahnya, harus bersama teman lainnya dan cepat keluar.
Anak saya heran dan bertanya kenapa?
Saya jawab, lebih aman bermain tanpa masuk ke rumah orang. Karena ada istrinya yang sakit, saya jadikan itu alasan supaya tidak mengganggu. Saya beritahu secara kiasan, bahwa kita harus selalu waspada jika ada orang yang tidak baik. Saya pun menjelaskan batasan tubuh anak saya bisa dipegang oleh orang lain.
Kedua anak saya laki-laki, namun sekarang tidak hanya punya anak perempuan saja yang katanya harus waspada, laki-laki juga.
Sempat saya berpikiran, betapa kasihan anak-anak dengan nasihat dan batasan yang kami berikan agar mereka waspada pada orang jahat, narkoba, penculik atau pedofilia. Kok hidup di luar rumah mengerikan gitu loh tampaknya. Tetapi jika kita diam saja, dan tidak waspada, apalah jadinya?
Mari selamatkan buah hati kita dari mereka yang berpotensi berbuat tidak baik. Ingat kata bang Napi di tivi, Kejahatan muncul karena ada Kesempatan, Waspadalah Waspadalah!
Sebaiknya kita kunci kesempatan buruk itu sebaik mungkin, sehingga tidak terjadi pada anak kita, temannya dan anak tetangga atau saudara kita. Ingat, menjaga satu anak butuh orang sekampung. Jadi anak tetangga pun, adalah anak kita, perlu diperhatikan.
Tentu tidak mudah mengajak anak untuk waspada jika mereka tidak terlebih dahulu diikat hatinya untuk dekat dan percaya pada kita, orang tuanya. Maka teknik parenting dengan sepenuh hati perlu diterapkan berkali-kali,setiap saat, dalam kondisi apapun. Bukan dengan satu dua kali percakapan, namun itu butuh waktu seumur hidup.
Tak lupa selalu memanjatkan doa untuk keselamatan anak-anak dan keluarga kita. Karena doa adalah senjata ampuh yang tidak bisa diremehkan keajaibannya.
Selamatkan buah hati kita, dengan doa dan ikhtiar.
Stop kekerasan pada anak.