Mungkin mengejutkan bagi beberapa orang, termasuk suami saya sendiri, ketika saya memutuskan melepas satu pekerjaan di era pandemi ini. Saya mundur dari jabatan sebagai editor blog suatu startup pendidikan, yang sudah saya ikuti kurang lebih setahun ini, sejak pandemi bermula tahun 2020.
Alasan utama adalah saya mulai keteteran dan sebenarnya lebih pada kehilangan minat dan daya tarik pada pekerjaan itu. Sebenarnya menjadi editor tulisan itu lebih sulit daripada menulis. Itu opini saya pribadi. Dan sepertinya akan diaminkan oleh banyak penulis juga. Terbukti saya membaca beberapa status blogger dan penulis buku yang menyerah pada pekerjaan sebagai editor profesional.
Menjadi editor itu ibaratnya seperti jadi tukang permak baju.
Bandingkan dengan pekerjaan sebagai desainer baju atau tukang jahit baju dari nol.
Mana yang lebih rumit?
Enak mana menjahit baju dari kain, atau menyesuaikan baju yang sudah jadi dan kurang ini itu dengan permak?
Kalau saya pribadi, tentu lebih enak jadi penjahit baju, atau kalau buku dan tulisan, lebih enak menjadi penulisnya.
Nah, kembali ke mundur kerja tadi, seharusnya ini bisa saja tidak terjadi. Karena dengan pengalaman bertahun-tahun menulis blog, mengedit tulisan di blog itu mudah saja. Asal no typo, aman. Biasanya saya bekerja juga sekali duduk bisa mengedit 10 artikel. Bahkan lebih. Untuk tulisan artikel berisi 500 - 1000 kata. Mudah.
Namun, yang namanya BOSAN itu seperti racun dalam jiwa saya.
Ketika sudah merasa bosan, akhirnya tertekan. Terlebih lagi MERASA BERSALAH karena seperti makan gaji buta.
Pekerjaan jadi editor blog kok semakin mudah bagi saya, tidak ada masalah apa-apa, bahkan ketika saya tidak berbuat apa-apa pula untuk kemajuan blog startup yang menggaji saya itu. NGGAK ENAK HATI rasanya jika seperti itu.
Dan di usia segini, 42 tahun, menerima dan menyimpan perasaan bersalah itu semakin tidak enak dan berat. Maka setelah menimbang ini itu, saya pun mundur, dan bisa diterima dengan baik oleh CEO startup yang memang tahu saya bakal begitu. Ya, sebelumnya saya juga mengundurkan diri namun dicegah.
Lalu saya ngapain?
Nah, di usia ini, saya merasakan ingin lebih SANTAI DI ZONA NYAMAN. Tidak begitu tertarik lagi untuk bekerja atau belajar atau berapa-saja dalam perasaan tertekan atau dipaksa dan terpaksa. Capek banget deh. Nggak banget.
Untung saja, ALHAMDULILLAH, saya diberikan rejeki untuk bisa menghasilkan uang atau pendapatan sebagai PEKERJA LEPAS, yang artinya tidak tergantung pada suatu lembaga apapun. Atau disebut lebih keren dengan istilah SELF EMPLOYEE.
Saya membuat kelas online sendiri untuk mengajarkan coding anak-anak di KELASKU DIGITAL. Dan ingin bekerja di ranah saya sendiri ini saja. Tidak menjadi karyawan perusahaan atau startup orang lain.
Supaya saya bisa ber-TANGGUNG JAWAB dengan diri saya sendiri. Untuk saya sendiri. Dan tidak risau jika kiranya tidak bisa bertanggung-jawab dengan baik kepada orang lain.
Ah cemen dan receh sekali tampaknya?
Iya betul.
Jikalau harus berkaitan dengan pihak lain, maka saya memilih mengambil sikap sebagai MITRA KERJA atau saya yang menjadi BOS-nya. Ini akan lebih mudah.
Maka, di ZONA NYAMAN yang saya maksud ini adalah bukan dengan bersantai-santai belaka. Melainkan memilih satu NICHE PEKERJAAN yang paling pas dengan ritme hidup saya sehari-hari (yang didominasi mengurus rumah tangga) dan juga karakter diri saya pribadi.
Tidak bermalas-malasan dibuktikan dengan gerakan selanjutnya saya untuk menambah skill profesi dengan mendaftarkan diri ke beasiswa Digital Talent Scholarsip yang diadakan oleh KOMINFO secara daring.
Baca Juga: Usia 42 Dapat Beasiswa Digital Talent Kominfo 2021
Ini sebuah keputusan yang tidak mudah namun menarik untuk dilakukan. Menjadi pelajar lagi di usia 42. Jika mengingat saya masuk ke Apple Developer Academy 2019 di usia 40 tahun. Ceritanya bisa dibaca di sini: Alhamdulillah, Diterima di UC Apple Developer Academy 2019.
Ini beberapa tahun setelah saya tekun belajar coding dan seputar itu, setelah ikut program Coding Mum, tahun 2016. Yaitu di usia saya sekitar 37 tahun. Banyak tulisan saya tentang Coding Mum, bisa anda akses juga di sini.
Maka begitulah.
Dari cerita saya ini, jika anda masih muda, tidaklah mengapa mencoba segala hal yang sulit, rumit, terpaksa dan semacamnya. Coba saja. Lakukan dengan sungguh-sungguh. Toh tenaga dan semangat masih membara tentu saja di usia muda itu. Yang penting tekun dan tekun. Kelak akan bertemu dengan energi dan pola hidup yang sesuai dengan diri kita sendiri. Dan sesuai dengan MISI HIDUP yang kita yakini.
Semoga menginspirasi.
-Heni Prasetyorini -
*Credit: gambar dari Unsplash.com