Matahari masih garang memanggang
siapapun yang lewat dibawah sinarnya. Berikut aku dan dua anakku.
Setiap hari di siang bolong, berkendara bertiga menembus jalanan
beraspal yang tampak menguap. Panasnya matahari seakan bisa membuat
otakku mendidih, bahkan setelah ditutupi oleh jilbab dan helm. Luar
biasa derajat panas sedikit sinar matahari yang jatuh ke bumi itu.
Atmosfer !!! teriakku setiap hari. Apa yang terjadi padamu hingga
sejuk masih jadi mimpi. Dan oh ya itu, OMG, kenapa kotaku ini belum
juga terjamah oleh air hujan? Bahkan di Jakarta yang super panas juga
itu sudah hujan. Di Lamongan juga, yang bagiku lebih panas daripada
Surabaya, juga sudah hujan. Lalu kenapa disini, kotaku, Surabaya,
masih kering kerontang?
Kotaku menjadi kota pahlawan kesiangan.
Bukan pahlawan yang telat menolong korbannya. Tetapi pahlawan yang
mengering karena terlalu panas menahan matahari siang. Bahkan ya,
untuk pergi keluar rumah pukul delapan pagi pun, aku perlu
perlengkapan khusus. Scarf segitiga penutup hidung dan muka, kaos
tangan, kaos kaki dan sepatu. Walaupun perginya cuma sejarak lima
belas menit perjalanan, tetapi tanpa perlengkapan perang itu aku
masih kalap kepanasan. Jika kalap kepanasan di jalan, rasanya tidak
tenang. Ingin memacu gas motor maticku dengan terburu-buru agar
segera lari dari matahari. Nah buru-buru di jalan raya adalah hal
yang berbahaya. Maka biar aku bisa berkendara dengan tenang, maka
kututupi semua tubuhku kecuali yang terlidung oleh kacamata. Kalau
begini, amanlah sudah.
Kenapa Surabaya tidak juga turun hujan?
Apakah kami terlalu banyak dosa?
Ya sudahlah jika itu benar. Semoga
keringat kami bisa menggugurkan dosa-dosa itu. Amin.
Terkadang aku heran, dulu di masa kecil aku merasa nyaman saja beraktivitas di kamar kecil berempat. Padahal atap kamar kami itu terbuat dari seng. Terbayang jika siang hari, panasnya bagaimana? Bahkan ketika tidur pun, aku sering tidak memakai kipas angin kecil kami. Memang sih, sebelum tidur siang, sepulang sekolah, aku seringnya mandi dulu lalu memakai bedak bayi banyak-banyak dan lelap tidur.Tetapi aku tetap nyaman tidur, belajar atau bermain di dalam kamar sampai mandi keringat.
Sekarang, kondisi rumahku jauh lebih baik. Dengan atap genteng yang pasti lebih sejuk. Namun ketika ada panas seperti ini, rasanya, ampun, tersiksa sekali. Kepala seperti mau pecah, pusing sekali. Badan penat semua, pegel linu.
Entahlah, ini faktor umur juga mungkin. Karena dua anak lelakiku juga santai saja dengan panas seperti ini.