Saya atau Aku,
Maaf biasanya saya sering tertukar menuliskan diri sendiri sebagai aku dan saya berbarengan dalam satu tulisan. Jika itu terjadi di tulisan sebelumnya, mohon maklum adanya [seperti surat ijin absen sekolah hehehe].
Ini adalah kisah singkat pencarian minat diri saya sendiri. Yang kalau ditelusuri malah nggak bisa diterima akal sehat. Harusya bisa diterima oleh iman yang sehat :)
Ketika hampir akhir sekolah SMA atau SMU jaman sekarang, saya hampir yakin jika masuk kelas 3 Bahasa adalah pilihan saya yang tepat. Karena sejak SD saya suka sekali membaca dan menulis diary atau semacamnya. Pas masih kelas 2 SMA, sengaja nih kalau saya lewat kelas 3 Bahasa para kakak kelas, saya akan mengintip kegiatan mereka. Dan hati saya meledak-ledak begitu tertarik ketika membaca sebuah karya sastra yang ditulis seorang kakak kelas di papan tulis. Padahal pegel kan tuh nulis sastra di papan tulis pakai kapur?
Namun apa daya. Keinginan saya distop oleh seorang kakak kandung saya, cowok. Yang mengatakan, "ngapain milih bahasa?"!
Singkat cerita, akhirnya saya masuk ke kelas 3 IPA. Lalu lanjut sampai nyemplung ke kampus berlambang ganesha di gedung tua di belakang pojok dekat orang jual gudeg Jogja. Selama 4 tahun saya menjebloskan diri ke dalam meja kelas dan laboratoriumnya departemen Kimia Institut Teknologi Bandung. Luar biasa mati-matiannya saya belajar disini. Yang namanya MIMISAN waktu di lab atau di kelas, seperti hobi saja.
Mungkin karena hawa dingin Bandung yang ekstrim daripada Surabaya tempat asal saya. Atau mungkin juga begitu menyengatnya bau dari asam asetat, chloroform dan semacamnya yang merusak lapisan tipis pembuluh hidung saya waktu praktikum di laboratorium organik.
Luar biasanya juga saya nekad merantau di Bandung ini, sendirian. Tanpa saudara dari Jawa Tengah atau Jawa Barat. Tanpa teman satu sekolah dan semacamnya. Benar-benar sendirian. Hanya mengandalkan do'a orang tua bahwa saya akan selamat-selamat saja disini. Ups, mengandalkan juga gaya saya yang super tomboi agar nggak diganggu di perantauan.
Dari kimia saya berhijrah habis-habisan ke dunia ibu rumah tangga. Saya lepaskan peluang menjadi PNS di sebuah lembaga penelitian negara, karena ada si janin yang udah dititipkan di rahim saya. Begitulah, dunia ibu rumah tangga memompa jiwa raga saya habis-habisan. Betul-betul menjadi kawah candradimuka yang hampir saja membuat tulang belulang saya ikut larut menjadi bahan baku pembakar kawah itu.
Menjadi ibu rumah tangga yang tidak bekerja di kantoran, membuat saya putar otak, putar badan untuk melakukan sesuatu. Dan pilihannya belajar membuat kerajinan tangan, belajar di dunia internet, belajar tentang parenting, pendidikan dan lain sebagainya lewat internet.
Dengan semangat otodidak, karena tak bisa meninggalkan rumah dan anak-anak serta untuk menghemat biaya, maka saya belajar banyak sekali hal baru itu. Membuat kreasi dari kain flanel, aksesoris manik-manik sampai yang lebih rumit yaitu membuat aksesoris dari kawat alias wire jewelry.
Kadang saya menertawakan diri sendiri juga sih, lulusan kimia kok pegangannya jarum jahit, kain, kawat, manik-manik dan tang. Dan sebenarnya yang menertawakan saya itu banyak sih, ya saudara ya tetangga bahkan orang yang baru kenal sekalipun, selalu berkomentar, "aduh sayang banget lulusan kimia kok jadi ibu rumah tangga saja".
Ya begitulah, mau tidak mau saya harus menyimpan itu suara tertawa di dalam hati sambil mencari cara agar saya bebas dari rasa tidak enak seperti itu. Atau jika tidak bisa, maka saya cari saja motivator lain yang bisa membuat saya nggak minder-minder amat. Sekaligus bisa meningkatkan kemampuan saya baik dalam ketrampilan ataupun pengetahuan.
Begitulah, saya jadi emak-emak browser, yang rajin browsing kesana kemari. Sampai akhirnya saya menclok di dunia komunitas penulis lepas, emak2blogger, ibu profesional dan lain sebagainya. Saya mengenal internet, jejaring maya dan sebagainya untuk mengasah ilmu bahkan sampai nekad berbisnis di dunia maya. Bisnis online.
Sampai tiga tahun menjalankan bisnis online, saya merasa masih ada kekosongan dalam hati yang belum terpenuhi. Saya kangen dengan sekolah, belajar, ujian dan kawan-kawannya. Saya yang suka sastra tetapi berhasil lolos di dunia IPA, itu karena saya suka sekali belajar. Dan ketika menjadi ibu rumah tangga, proses belajar saya belum mendapatkan tempat yang pas.
Merenung, merenung dan merenung, maka sampailah satu keputusan bahwa saya harus kuliah lagi. Masuk ke dalam sebuah institusi resmi lagi untuk mengupgrade kembali diri saya dan meletakkan saya kembali tepat di posisi dan konfigurasi yang tepat. Seperti elektron.
Layaknya elektron yang tidak ada di konfigurasinya yang benar, maka dia akan gelisah dan masih ingin sekali lompat ke atas atau malah lompat ke bawah, ketempat yang baginya lebih stabil.
Begitu juga saya. Maka dalam rangka mencari kembali konfigurasi saya yang tepat, saya memilih untuk meneruskan kuliah. Dari informasi yang diharmonisasikan dengan keadaan diri saya sendiri, maka saya pun memilih jurusan Teknologi Pendidikan untuk dipelajari sekarang.
Maka sejak postingan ini, saya akan membagi cerita bagaimana seorang ibu rumah tangga menjalani hari-harinya menjadi mahasiswi pasca sarjana Teknologi Pendidikan.
Entah nanti bagaimana akhir dari proses saya ini, dari ingin menjadi sastrawan, masuk ke kimia, lalu jadi ibu rumah tangga, kemudian menjadi pebisnis dan emak blogger, kemudian menjadi mahasiswa lagi di dunia pendidikan. Apapun itu, niat saya hanyalah ingin menjadi perempuan yang mandiri dan bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.
Semoga kelak kisah-kisah harian saya menjadi manfaat dan inspirasi, terutama untuk para ibu rumah tangga.
apa yg terjadi di depan kita gak tau, ya, Mbak. Tapi semoga kita selalu menjalaninya dengan enjoy :D
BalasHapusalhamdulillah bener mbak. Walau sebenarnya sangat amat tidak mudah untuk menjalaninya dengan enjoy :). itu juga sebuah perjalanan yang tak putus-putusnya. menjadi enjoy
BalasHapus