Podcast Bu Heni

Bisnis Bondo Nekad Bisa Masuk Tipi

Ngomongin bisnis itu ajaib bagi saya. Sejak jaman sekolah, cita-cita saya hanya seputar dua hal, menjadi Pengajar atau Peneliti. Tapi mungkin sudah garis nenek moyang, akhirnya saya kecemplung juga di dunia dagang seperti nenek saya, ibu saya dan bahkan ibu mertua saya B-) .

Singkat cerita, saya baru praktek dagang ini ketika sudah menjadi ibu rumah tangga. Waktu hamil anak pertama, saya buka usaha pengetikan dan bimbel. Pengetikan berjalan lancar sampai hamil besar pun rela begadang ngetik skripsi orang. Pas anak lahir, akhirnya saya tutup. Karena ngasuh anak bayi pertama itu, rempongnya luar binasa. Bimbel pun tutup, karena sungkan dengan muridnya. Misalnya ketika saya ngajar, eh anak saya nangis minta ASI, trus minta dikelonin. Ya udah, ikutan terlelap deh.

Ketika anak pertama udah rada gede, saya dan suami sempat nekad dagang baju produksi sendiri. Mempertimbangkan ibu mertua yang profesinya penjahit. Kami bertiga di siang bolong, keliling jalan Ampel untuk mencari toko yang menjual kain kiloan. Kabarnya murce dan bagus. Ketemu juga akhirnya. Tokonya kecil, yang dagang orang Arab, yang beli juga banyak orang Arab. Saya sampai terpana melihat orang yang hidungnya mancung-mancung disana. Kami beli beberapa jenis kain, dan memberikan kepada ibu mertua untuk membuatkan baju berbordir. Untuk contohnya kadang saya ngarang sendiri, kadang saya tunjukkan majalah. Usaha berjalan lancar di awalnya. Tetangga bahkan pernah memesan selusin gamis bordir. Karena saya maunya dicap produsen yang cekatan, ibu mertua saya kejar harus menyelesaikan dalam waktu dua minggu. Saya serahkan sebebasnya modelnya. Setelah jadi, awalnya tetangga saya senang. Namun setelah lama kelamaan gamisnya itu tidak laku terjual, dia pun mengeluh bahwa model baju saya kurang bagus. Setelah saya telaah, ternyata selera ibu mertua yang di desa beda jauh dengan selera pembeli saya di kota Surabaya. Kendala datang, suami saya harus ke Hungaria untuk training kerjaan. Kurleb 3 bulan. Alhasil nggak ada yang ngantar untuk kulakan kain dan menjahitkannya. Usaha saya pun brenti begitu saja. Uang modal pun lenyap entah kemana. Ya ke dapur lah, pake nanya :D

Note : produksi barang butuh riset, rancangan yang detil dan jelas serta pengawasan kualitas (Quality Control)

Saya pun sempat ikutan MLM jualan produk madu dan turunannya. Dasarnya saya suka sama sekolahan ya. Jadi yang saya kejar itu kelas seminarnya dll, bukan jualannya. Saya hobi browsing dan mencetak semua hal yang mendukung produk knowledge. Tapi cuma cengar-cengir kalau disuruh jualan. Upline saya aja yang cas cis cis nawarin jualan. Dan maksa orang beli aja, itu menurut saya waktu itu. Bisnis yang katanya bikin saya jadi jutawan itu pun harus diberangus total. Karena rumah tangga saya nyaris diambang bahaya. MLM menuntut saya pergi malam pulang malam. Menghabiskan uang belanja dan tabungan untuk modal. Dan tipe keluarga kecil saya, sama sekali tidak cocok dengan hal itu. Demi kesejahteraan bersama, saya pun berhenti total.

Note : tidak semua orang cocok berjualan ala MLM. Tapi dari sini saya belajar untuk tahan terhadap penolakan. "Jika tidak beli sekarang, mungkin beli besok. Jika dia tidak beli, mungkin temannya, adiknya, pakdenya atau tetangganya beli. Jadi tetaplah merespon dengan baik ketika kita menawarkan barang, apapun reaksi calon pembeli."
Selanjutnya saya ingin usaha tanpa modal. Bahasa kerennya jadi reseller nih. Awalnya membawakan baju jualan kakak ipar. Saya membawakan daster, baby doll untuk di tawarkan ke tetangga. Saya mendapatkan keuntungan 10%, sekitar Rp. 10.000,- per baju. Penjualan sistim kredit ibu-ibu, bisa satu bulan bayar di belakang atau bayar dua kali dalam satu bulan. Sesuai kesepakatan saja. Proses jualan ini mengalami kendala klasik. Yaitu yang ngutang lupa bayar :D. Atau yang janji bayar belakangan, sulit ditagihnya. Tapi saya tipe yang tidak mau merugikan orang, sekaligus tidak mau dirugikan. Jadi walau sesulit apapun, saya terus berusaha menagih, minimal uang dasar bisa saya kembalikan ke kakak ipar. Tidak masalah kalau saya tidak dapat keuntungan. Proses ini memakan waktu, hati, jantung dan paru-paru. Bahkan kalau usus bisa diambil, ambil deh.

Karena, walau saya berusaha bicaranya halus sehalus tahu sutra, yang namanya proses penagihan itu bikin nggak enak dua-duanya. Yang nagih bete, yang ditagih lebih bete lagi dan menebarkan kebeteannya dengan leluasa di udara. Situ yang utang, kok kita yang tercoreng-moreng namanya? dunia sudah kebalik. Tapi ini fakta. Maka atas nama menjaga perdamaian dunia, saya berhenti jualan sistim kridit-kridit begitu. Saya ingin hidup bertetangga saya, damai sejahtera bahagia sentosa.

note: Sebaiknya hindari bisnis ala kriditan ibu-ibu jika tidak kuat mental.
Seiring waktu, bisnis saya tidak nambah. Yang nambah malah anak saya, lahir satu lagi. Ketika dia masih bayi, saya dapat inspirasi baru. Membuat aksesoris handmade dari manik-manik. Itu karena ketemu dengan anak kos yang tinggal di rumah ibu saya. "Ayo mbak, aku lihatkan bikinannya kakakku.". Anak kos itu mengajak saya naik ke kamarnya. Dan dalam satu kerdus bekas mie instan yang besar, penuh dengan aneka jenis kalung, gelang dan bros yang sudah dikemas plastik. Semuanya handmade, bikinan kakaknya yang tinggal di Jogja. Wah menarik, pikir saya. Saya pun merasa, menjual aksesoris bisa jadi ladang usaha baru. Secara kebetulan, saudara saya, cewek, baru selesai ikutan kursus membuat aksesoris manik-manik. Dia menunjukkan hasilnya pada saya. Saya pun makin tertarik. Namun yang namanya sodara saya ini, hobi aja komentar ala-ala "ini sulit, kamu nggak akan bisa!". Saya juga lebih hobi lagi, kalau diremehkan malah kayak kepecut. Saya nyengir aja dan berbalik menghampiri si anak kos tadi. Nanya ini itu, ini onoh. Sampai akhirnya dia berucap, "ayo mbak, aku anterin beli bahannya!"

Tralala, saya pun terbang di atas sepeda motornya menuju toko bahan aksesoris. Perjalanan tak semulus dugaan. Lah iyalah, dia anak kos, asal luar kota. Mana hafal dengan jalanan Surabaya. Apesnya lagi, biarpun saya anak daerah aslii Suroboyo yooo, tapi dari jaman gadis menik-menik nggak pernah boleh dolan, alhasil saya makin nambah bikin nyasar. Untung aja nggak ditilang pak pulisi. Coba kalau.... eh sekarang lagi baek-baek sama pak pulisi yaa... #polisiganteng #kaminaksir , *nggak jadi protes deh. 

Saya pun mendapatkan segepok bahan aksesoris. Belinya banyak, kebanyakan malahan, terpaksa. Karena anak kos itu nggak tahu kalau di toko Burhani, dekat pasar Blauran Surabaya itu kalo beli manik-manik kudu serenteng, beli peniti bros kudu seplastik yang kira-kira isinya seperempat kilo. Saya habis sekitar 300 ribu deh, jaman tahun 2007 (masa moneter). Uang belanja kesedot banyak waktu itu, hiks. Maafkan adinda ya ... *pasang tampang melas depan suami. 
Nekad Bikin Aksesoris Sendiri

Untungnya di toko itu juga jualan buku tutorial membuat aksesoris manik. Saya baca sekilas. Lalu saya putuskan beli bahan sesuai isi buku, termasuk beli peralatan tang. Setelah itu dengan segenap jiwa raga, saya belajar sendiri di rumah. Saya ingat waktu itu lagi bulan Ramadhan. Jadi setiap selesai sahur, saya duduk di samping anak kedua yang masih bayi. Saya ceklak-ceklik motong kawat, nyambung lagi, masang manik. Membuat kalung, gelang dan bros. Sampai akhirnya jadi.
Buatan saya tahun 2011-2013

Lalu, dijual dimana? Keputusan cepat saya ambil untuk menawarkan ke ibu-ibu wali murid TK  sekolahnya anak pertama saya.
Tiap ditanya, harga berapa mbak? Mulai deh, kambuh penyakitnya. Deg-degan, keringat dingin. Hmm...aaahh, mmm,,..eehmm... berapa ya? 5 ribu deh. 10 ribu aja. 30 ribu gpp?. Itu yang namanya ibu-ibu megang aksesoris saya kayak megang ular aja gitu. Megang bentar, taruh. Ngamati pun enggak. Serem kan. Saya pun sempat patah arang. Brenti jualannya aja, tapi tidak berhenti belajar membuatnya.

Buatan saya tahun 2016

Penasaran berlanjut lagi ketika ketemu kain flanel. Saya pun belajar bikinnya. Bikin apa aja. Saya bikin bros kecil-kecil saya suruh jual anak pertama yang sudah kelas 4 SD. Laris manis karena dia selalu jualnya diskon 50%. Tapi segera di banned sama gurunya. Karena proses transaksi begitu heboh di sela-sela pelajaran sekolah. Bisnis duet ibu-anak mati seketika.



Hobi baca saya akhirnya membuat saya mampir ke kios koran depannya bank BTN. Itu bank adalah bank yang bersejarah buat kehidupan kami. Kenapa coba? ... *yang pernah berurusan dengan developer perumahan, pasti paham deh. 

Di situ saya pertama kali kenal dengan buletin Peluang Usaha. Buletinnya mengupas habis tentang wirausaha. Lengkap detil. Sampai perjuangan usahanya, jenisnya, bahannya, alamatnya, harganya semua ada. Saya pun tertarik dengan artikel berjudul "Moncernya Bisnis Jualan Jilbab".
Salah satu koleksi buletin PU saya.


Saya ingat, waktu itu sengaja mau ditunjukkan ke suami dan merayunya untuk ngasih modal buat jualan jilbab. Tak disangka, di senja yang mendung dan temaram, suami saya mengatakan sesuatu yang jauh lebih mengejutkan daripada niat bisnis saya. "Ma, sepertinya aku bakalan kena PHK....tapi itu belum pasti. Cuma kita harus siap-siap saja..."

Jedeeerrrr.....itu rasanya ada petir aja nyamber masuk ke sel neuron otak saya. Padahal perasaan di luar nggak hujan deh, cuma senja mendung temaram, iya kan?. Kalimat pendek itu memporak-porandakan perasaan istri manapun di dunia. Untungnya urat kegengsian saya lebih kuat daripada kelenjar air mata. Jadi tak ada tangis, tak ada melodrama. Langsung saja saya ambil tuh buletin dan menunjuk artikelnya, "kita bisnis saja. Kita jualan jilbab. Jualannya online saja."

Mungkin orang bilang ini the power of kepepet. Tapi saya menyebutnya the power of bonek. Bondo Nekad. Modal Nekat. Saat itu kami merasa perlu bersiap-siap, jika PHK benar terjadi. Dengan cara memulai usaha sendiri, bisnis sendiri dengan kondisi apa adanya saat ini. Tidak menunggu uang pesangon jika PHK benar adanya. Kami pun mulai untuk riset dan bertanya pada teman yang sudah pengalaman berjualan online. Menilik cerita mereka, sebenarnya kami benar-benar tidak siap dan tidak punya modal. Tapi rencana terus saja kami jalankan. Kami berbisnis. 

Nekad banget, karena kami tidak punya modal apapun untuk berjualan online. Tapi bisa juga bisnis ini jalan. Kronologisnya begini. Pertama, saya nekad aja pinjam modal uang ke ibu mertua dengan keyakinan saya tidak akan dipecat jadi menantunya walaupun nanti nggak bisa balikin modal.Setengah uangnya saya belikan bahan baku (jilbab paris polos, bahan payet, dan ongkos pengrajin). Setengah uangnya lagi saya simpan untuk perputaran modal selanjutnya. Setelah proses produksi selesai, saya mendapat satu kresek besar berisi jilbab paris dengan aplikasi bordir, payet, sulam pita dan lukis.






Prosedur kedua adalah cara menjualnya secara online. Saya pinjam manekin kepala bekas kursus rambut dan  kamera digital kakak. Hasilnya saya edit menggunakan komputer jadul yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak saya main game tetris. Karena sering dipake main game, jadilah kompi itu error. Saya tak ingin berhenti begitu saja. Maka, saya ke warnet dekat rumah. Hampir setiap hari, saya ke warnet bersama anak kedua saya yang berumur 3 tahun. Sejak jam 9 pagi -11 siang, kami "piknik" di warnet. Saya lakukan semua yang diperlukan disana. Mengedit foto, mengupload foto di blog, facebook, twitter. Juga berpromosi di situs iklan gratisan, yaitu toko bagus, dinomarket, indonetwork, dan apapun jenis iklan baris gratisan. Awal berjualan pun, saya tidak punya ponsel untuk kartu GSM. Dan jaman itu, yang masih mengandalkan sms dan telpon untuk kontak langsung, orang akan mau menghubungi kita jika kartunya dari provider yang sama. Karena kartu saya CDMA, bisa dijamin bakal cuma dilirik saja. 

Tetep aja saya nekad jualan. Dengan proses komunikasi mengandalkan facebook. Sambil menunggu pesanan, saya mencari lokasi kantor Pos dan ekspedisi kirim barang. Akhirnya pesanan datang, untungnya ini dari teman saya alumni SMA yang ada di Pontianak. Kebingungan lagi tentang ongkos kirim. Jaman dulu, tahun 2010-an belum ada website atau aplikasi ongkos kirim yang bisa diakses seperti sekarang. Saya pun mondar-mandir ke kantor Pos dan ekspedisi, sekedar menanyakan Ongkos kirim, yang bikin petugasnya bete. 

Pesanan pertama membuat saya percaya diri. Saya pun terus menerus melakukan promosi dengan telaten. Mengumpulkan hasil penjualan dan keuntungan dengan tertib. Walau jilbabnya ada yang bagus, sekuat tenaga saya tidak memakainya untuk diri sendiri. Semua saya jual. Sampai akhirnya bisa balik modal, maka sebagian saya sisihkan untuk membeli ponsel yang bisa dibuat internetan menggunakan opera mini. Semua berjalan lancar, bahkan sampai ikutan bazar di acara wisuda IAIN Sunan Ampel Surabaya.


Berbagai kendala pun muncul. Saat itu yang paling laris adalah jilbab paris lukis. Itu yang pesan sudah sampai Aceh, Samarinda. Mendadak, pelukisnya meninggal dunia. Maka berhentilah produksi jilbab saya. Di tahun 2011-2012 pun booming tentang bisnis online, terutama bisnis jilbab. Saya kelabakan mengatasi fashion update. Ditambah kekurangan saya adalah nggak fashionistik sama sekali. Proses produksi pun tersendat, karena saya sulit mencari waktu untuk berkunjung ke desa mertua tempat para pengrajin berada. Suami semakin sibuk di kantor dan harus sering ke luar kota atau training ke luar negeri. Berbagai hal saya lakukan agar toko online saya tetap jalan. Salah satunya dengan kulakan secara online dan menjadi reseller. Apapun dilakukan, karena menurut saya, di jagad dunia online, kita harus tetap update hal baru dan berbeda. Maka untuk menjadi beda, saya coba lagi hal baru yaitu membuat aksesori handmade. Alhamdulillah respon cukup baik. Bahkan sampai ada reporter dari Metro TV Jatim yang mengirimkan sms-nya dan meliput saya untuk segmen tentang Inspirasi Bisnis Kreatif.





Kisah behind the scene nya bisa dilihat disini


Sebenarnya proses shooting ini berjalan ketika saya memutuskan untuk "cuti jualan" dan kuliah lagi. Karena jadi pede setelah masuk tipi, saya pun menggalang teman untuk modal bersama. Namun ini tidak berjalan dengan baik. Bisnis bersama patner itu harus dibangun dengan tingkat pemahaman yang sama terhadap rencana, ide dan praktek bisnisnya. Ada perbedaan sedikit saja, bisa menimbulkan masalah. Saya orangnya tidak mau merusak hawa baik dalam berteman. Maka saya putuskan mengembalikan modal teman-teman dan benar-benar berhenti jualan. Saya fokus pada kuliah saja.

Note : sebaiknya mulailah bisnis secara "solo" atau sendirian. Kecuali yakin mendapatkan patner yang tepat untuk bekerjasama.

Itulah liku cerita berbisnis bondo nekad saya. Hal penting yang saya dapatkan dari "belajar bisnis" adalah pantang menyerah. Kesulitan pasti ada di depan mata, apapun jenis usaha atau profesi kita. Jika dalam satu jenis usaha, kita sudah mentok dan rasanya sulit untuk diteruskan, maka kita bisa bikin usaha baru. Pelajari hal baru, sebisa mungkin kita sendiri yang membuatnya dari nol, sehingga tahu seluk beluk keperluannya atau celah untuk menjualnya dengan baik.

Sekarang sudah tahun 2016. Untuk memulai jenis usaha apapun, rasanya sangat mudah. Apalagi jika berjualan online. Jika tanpa modal apapun, bisa mencoba untuk menjadi Reseller Dropship, yaitu menjual barang secara online, dimana kita yang mempromosikan dan penjual asli yang mengirimkan ke pembeli secara langsung atas nama kita. Saya pun sampai sekarang masih melakukannya. Mengetahui ongkos kirim ekspedisi manapun bisa di website dan aplikasi android. Untuk mengirim juga banyak sekali ekspedisi baru, bahkan kurir online baru. Pokoknya tinggal niat, telaten dan berhati-hati dalam mengelola keuangannya, pasti bisnisnya berhasil.

Bagaimana dengan bisnis saya sekarang?
Untuk versi jual beli produk, saya masih "cuti jualan", sampai saya temukan makloon produksi atau suplier yang tepat. Sebenarnya ketika saya telaah lagi diri sendiri, hobi saya adalah belajar hal baru dan baru lagi. Mulai membuat aksesoris, kreasi flanel, tas, membuat blog, menulis ebook, dsb. Jika itu semua dirangkum, maka mungkin lebih tepat jika saya membuka suatu lembaga pendidikan dan ketrampilan. Atau menulis sesuatu untuk menginspirasi orang memulai bisnis kreatif, seperti halnya buletin yang menginspirasi saya dulu.

Ah, jadi ingat saat itu. Di hari pertama kuliah umum Pascasarjana UNESA tahun 2013, di gedung K10. Kuliah pengenalan. Saya berkenalan dengan seorang guru IPA dari Sidoarjo. Ketika giliran dia bertanya, " mbak Heni, ngajar dimana?". Dan saya jawab, "nggak kok, saya ibu rumah tangga".  Dia spontan menjawab, " oh, mau bikin sekolah sendiri ya?".

Ah, semoga.
Bismillah.

Dari wirausaha membuka peluang usaha baru dan hal baik lainnya. Jadi, mari kita berwirausaha :)

"Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Semua tentang Wirausaha yang diselenggarakan oleh Suzie Icus dan Siswa Wirausaha"

Mudahnya Membuat Mind Map Digital dengan Mind Maple

5 komentar
Mind map (peta pikiran) adalah cara mencatat kreatif yang pertama kali saya kenal dari buku Quantum Teaching. Buku ini adalah hadiah dari kakak pertama saya, Agus Rubiyanto, yang sekarang lagi gemetar kedinginan di negeri seberang. Juga sedang  berjuang dengan segenap jiwa raganya untuk menunjukkan kebaikan dan kehebatan Indonesia di mata dunia.. Moga-moga someday adeknye nyusul bisa ngrasain salju ya mas :-D . Dan bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk bumi nusantara ini. Amin.

Kembali ke Mind Map. Inti dari teknik mencatat ini adalah membuat catatan yang saling berhubungan dari kata kunci penting suatu bacaan. Contohnya seperti mind map tentang "Gaya" (pelajaran IPA)  yang ditulis oleh anak saya, Aldo.

Mind Map Manual

Mencatat dengan teknik mind map ini menarik dan mudah untuk dibaca ulang. Sehingga proses belajar anak bisa lebih efektif dan menyenangkan. Cara belajar ini juga sesuai dengan kinerja otak manusia (brainbased learning).

Selain bisa ditulis secara manual dengan pulpen warna warni, mind map juga bisa dibuat secara digital. Ada beberapa aplikasi yang menyediakan program membuat mind map digital, baik yang gratis atau berbayar. Khusus untuk yang gratisan, menurut saya, aplikasi paling mudah digunakan adalah Mind Maple.

Untuk menggunakannya, kita perlu mengunduh dulu program ini ke dalam komputer atau laptop. Buka saja website, www.mindmaple.com lalu klik "download", dan pilihlah produk yang gratisan, Mind Maple Lite. Lanjutkan sampai program terunduh dan terinstall dengan baik di komputer atau laptop kita.



Selanjutnya, akan muncul pilihan theme dan template untuk membuat Mind Map, dengan tampilan sesuai yang kita inginkan. Untuk lebih jelasnya, silahkan simak video tutorial saya berikut ini:


Yang menarik adalah file Mind Map ini bisa disimpan sebagai gambar. Sehingga file-nya akan mudah untuk di copy paste ke slide presentasi kita di Power Point, ms  Word atau dicetak langsung.



Mind Map digital akan memudahkan guru, ortu atau orang yang mau presentasi karena file aslinya mudah untuk dimodifikasi jika ada revisi.

Untuk belajar anak kecil, mereka bisa diajak untuk membuat Mind Map tentang diri mereka sendiri. Misalnya : nama, ciri fisik, cita-cita,hobi disertai gambar yang lucu-lucu. Selamat mencoba.


Game Bisa Jadi Alat Belajar Untuk Anak

14 komentar
Dianugerahi dua anak lelaki, adalah rasa syukur yang tiada terkira. Kebahagiaan terbesar adalah saya akan selalu menjadi orang yang paling cantik di rumah. Bener kan... :D

Anak lelaki itu cenderung suka main game. Baik itu game di Play Station (PS), Nitendo, atau game yang bisa dimainkan di komputer, tablet dan ponsel pintar (smartphone). Sebagai orang tua, saya cemas juga dengan kesukaan anak saya main game ini. Terutama jika di lingkungan terdekat ada tempat Rental PS ataupun Game Online

Memberikan larangan sama sekali untuk bermain game, sempat saya lakukan. Namun hasilnya anak saya jadi lebih sensitif dan mudah marah. Setelah dipancing-pancing, ternyata dia marah bukan semata karena tidak bisa main game. Dia marah karena merasa ketinggalan dengan teman-temannya. Ketika temannya bicara tentang game baru, dan dia tidak tahu, dia merasa minder dan enggan bergabung ngobrol dengan teman-temannya.

Anak & Keponakan Asyik Main Game
Begitulah dunia anak laki-laki, saya berusaha memahaminya. Bahwa ternyata bermain game dan gadget bisa menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Dengan berbagai pertimbangan, saya dan suami, memutuskan untuk menyediakan perangkat main game anak di rumah, sehingga dia tidak perlu ke rental atau rumah temannya. Kami juga memperbolehkan anak bermain game dengan beberapa aturan main. Misalnya, anak tidak boleh bermain game yang mengandung kekerasan dengan visualisasi darah muncrat dari kepala atau sebilah pedang memenggal leher. Anak tidak boleh main game yang ada gambar dan gerakan yang memalukan (pornografi). Juga kami melarang game yang penuh dengan kata umpatan. Kami dan anak memutuskan bersama, jenis game apa yang boleh dimainkan. 

Setelah survey beberapa kali, kami memutuskan untuk tidak memberikan perangkat game PS. Kami alihkan pada gadget lain seperti komputer, laptop dan smartphone. Dengan alasan, bisa digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah dan berkomunikasi. Juga nantinya akan  lebih mudah untuk mengendalikan jenis game yang aman dimainkan oleh anak, sekaligus tidak perlu membeli CD atau DVD game PS baru.

Sebagai langkah awal pengawasan, kami meletakkan komputer dan laptop di ruangan tengah, sehingga kami bisa mengawasi sambil melintas di belakang anak yang sedang bermain. Anak pun menggunakan smartphone-nya juga harus dalam jangkauan mata kami. Alokasi waktu bermain juga dibatasi, sesuai kesepakatan. Beberapa aturan kami ini lebih lengkapnya seperti yang dituliskan di  website Acer Indonesia yaitu  4 Tips Aman Anak Main Smartphone.

Aturan main yang kami terapkan butuh pengawasan yang berkelanjutan. Namun dengan aktivitas orang tua yang tidak hanya di samping anak, maka diperlukan smartphone yang bisa digunakan untuk melakukan sistim pengendalian orang tua serta memberikan lingkungan yang aman untuk anak dalam menggunakan smartphone. Alhamdulillah, ada informasi tentang smartphone Acer Liquid Z320.

Smartphone ini mempunyai fitur Kids Center yang sudah pre-install di dalamnya yang memenuhi kebutuhan saya.

Di fitur Kids Center ini, smartphone Liquid Acer Z320 dapat membatasi aplikasi yang digunakan oleh anak. Fitur Kids Center ini bahkan dilengkapi dengan parental control untuk memantau aktivitas internet anak. Hal ini bisa membantu proses pengawasan orang tua. Selain itu juga ada pengaturan keamanan dalam menggunakan smartphone, sehingga dapat mencegah anak mengakses dan mengunduh konten dewasa atau membeli aplikasi baru tanpa seijin orang tuanya.

Yang paling menarik dari fitur Kids Center adalah, bisa dijadikan media belajar yang asik dengan banyaknya edugame dan ribuan konten bermanfaat disana. Hal ini bisa membantu anak untuk belajar sekaligus mengasah kreatifitasnya.



Anak kedua saya, Aji, pasti senang dengan fitur ini. Karena banyak edugame yang disajikan. Walaupun sudah kelas 3 SD, anak ini suka dengan game lucu-lucu dan ringan. Terutama ketika bermain dengan Zaky, keponakan saya yang masih TK. Apalagi ada aplikasi gaming dan video yang dapat dinikmati anak-anak ketika mereka istirahat sebentar sepulang sekolah. Mereka pun bisa menikmati konten anak terbaru karena tersedia update content. Untuk anak-anak yang masih kecil, Acer Liquid Z320 ini sangat cocok, karena mereka akan terus ada dalam lingkungan yang aman karena tidak dapat keluar dari fitur Kids Center.



Berbeda kebutuhannya untuk Aldo, anak saya yang sudah SMP. Sejak setahun ini, kegemarannya bermain game kami arahkan untuk lebih produktif. Tidak hanya sebagai pemain game, tetapi juga memberikan review atau komentar tentang game. Dan Aldo menyukai hal itu. Dia merekam aksinya bermain game, memberikan komentar atau bahkan tutorialnya dan membaginya di Youtube.

Channel review game Maldoz Zulhaq 

Di channel itu dia belajar untuk merekam, membuat animasi intro, mengedit video dan berkomunikasi dengan para subscriber-nya melalui sosial media. Saya suka mengamatinya ketika sedang asyik merekam, lucu juga. Kadang seperti pak dosen yang memberikan kuliah, kadang seperti reporter sepak bola yang teriak-teriak tidak karuan.

Untuk menambah referensi, biasanya Aldo melihat video Youtuber lainnya melalui smartphone. Acer liquid Z320 ini adalah pilihan yang bagus. Karena resolusi layarnya sebesar 854x480 pixel sehingga nyaman dilihat sekaligus daya tahan baterainya cenderung lebih hemat. Apalagi untuk audio suaranya jernih dengan adanya teknologi DTS Sound.


 Bahkan jika sekaligus dibuka youtube dan google untuk browsing, tidak akan nge-lag atau nge-hang dan error restart ulang sendiri seperti ponsel lamanya. Itu karena Acer Liquid Z320 ini mengusung processor Qualcomm Snapdragon Quad Core 1.1 Ghz dan RAM 1 GB.

Performa Multitasking dan Internet Handal. credit


Begitulah lika-liku kami berhadapan dengan dunia game. Saya dan suami sempat hanya memandang negatif game itu untuk perkembangan anak. Mungkin karena kami berdua tidak begitu suka main game. Maka kami mencari dan mengamati beberapa pendidik yang malah suka main game. Bahkan di luar negeri, ada guru yang menerapkan game Minecraft untuk belajar muridnya di sekolah. Dari situ mulailah pandangan kami terhadap game mulai berubah.

Game bisa menjadi cara yang paling efektif dan efisien untuk memasukkan dan memperkenalkan aneka informasi kepada anak. Contohnya ada game tentang penyebaran virus. Anak-anak saya jadi berlatih nama virus dan nama daerah di dunia (belajar geografi).  Game juga dapat menjadi cara paling ampuh untuk membuat anak menyukai sesuatu, melatih koordinasi mata dan tangan, melatih jiwa perjuangan dan kesabaran. Hal ini juga mulai tampak pada anak pertama saya, Aldo, yang sangat tekun ketika akan mencoba belajar hal baru. Mungkin hal itu dilatih dari ketekunan dan kesabarannya untuk main game berulang-ulang sampai dia bisa tamat di level terakhir. Bahkan sekarang malah penasaran dengan dunia coding dan hacking, mulai belajar dari buku.

doc.pribadi

Bahkan informasi terkini adalah dari game bisa muncul beraneka profesi yang menghasilkan. Misalnya menjadi game designer, game reviewer atau seperti professional gamer perempuan yang sedang muncul di iklan televisi saat ini. Ya, keahlian game bisa menjadi mata pencaharian anak kelak. Yang perlu saya tanamkan dalam-dalam kepada anak saya adalah bahwa untuk menjadi orang yang bermanfaat. Jikalau benar akan menjadi pembuat game pun, buatlah game edukasi yang membuat anak-anak lainnya senang belajar hal baru.

Menjadi orang tua jaman sekarang memang rasanya rada ngos-ngosan mengejar ketinggalan atau mengikuti perkembangan jaman. Namun hal itu bisa diatasi dengan pemilihan perangkat pendukung yang tepat. Seperti halnya penggunaan smartphone Acer Liquid Z320, dengan fitur Kidz Center dan spesifikasi lainnya yang cocok digunakan untuk anak dan orang tua.
Credit: www.acerid.com


Dari pengalaman saya dalam melakukan pengawasan penggunaan smartphone anak-anak, akan sangat membantu orang tua jika dalam Parental Control, bisa ditanamkan juga fitur untuk :

1. Mengendalikan laporan dalam History Browser. Terkadang anak yang sudah remaja, tahu bahwa kami akan mengecek history browser-nya, untuk mengetahui dia sudah membuka situs apa saja hari itu. Namun dia sudah terlebih dahulu membersihkan semua history-nya. Sehingga kami kesulitan untuk melacaknya. Seandainya ada fitur yang bisa menonaktifkan fitur Clean History browser, maka itu akan bisa membantu.
2. Mengendalikan pemasangan password ponsel. Beberapa orang tua mengeluhkan susah mengawasi anak menggunakan ponsel karena dipasang password.

Itulah sedikit sharing parenting saya mengasuh dua anak lelaki saya yang tidak bisa lepas dari dunia game, gadget dan teknologi. Semoga kita semua diberikan kemudahan untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak-anak kita. Semangat :D




I am Hope The Movie and Your Ending Story

2 komentar
Hope, harapan adalah sinar matahari yang bisa menerangi mata batin setiap orang agar bisa melihat jalan keluar yang terang di sekitarnya. Memberikan harapan yang baik, adalah satu dari obat terbaik untuk penderita penyakit yang membutuhkan penanganan yang lama dan berkesinambungan seperti halnya sakit Kanker.

Dulu, kanker tampak seperti penyakit yang jarang terjadi. Biasanya hanya membaca atau melihat kisahnya di media massa. Namun tak disangka, beberapa teman dekat pun mengalami hal yang sama. Perasaan cemas perihal pengobatan dan kebutuhan biaya medis yang besar, turut dirasakan oleh orang-orang terdekat pasien. Aneka bentuk pengobatan alternatif pun disarankan dan tak jarang malah menimbulkan perdebatan.

Dalam perjalanan menemani mereka, teman yang menjadi survivor kanker, ternyata  satu hal yang membuat mereka sangat kuat bertahan adalah besarnya harapan untuk sembuh yang mereka pegang kuat-kuat. Sembuh agar bisa mendampingi anak, suami, ayah, ibu atau siapapun orang terkasihnya.  Dan memang harapan itulah yang mereka butuhkan.

Seperti halnya gerakan Gelang Harapan dan HOPE yang digagas oleh Wulan Guritno, Jannah Soekasah Joesoef, Amanda Soekasah dan Ghea Panggabean. Gerakan ini dibuat untuk penggalangan dana dan perhatian dari semua orang untuk membantu para survivor kanker. Serta gerakan untuk   mensosialiasikan cara hidup yang baik untuk mencegah kanker. Gerakan dilakukan dengan sasaran generasi muda, sehingga aktif sekali digaungkan di sosial media (facebook, twitter, instagram), termasuk website Uplek.com

Setelah gerakan Gelang Harapan ini sukses, selanjutnya dibuatlah film tentang survivor kanker yang berjudul I am Hope The Movie. Film ini akan tayang bulan Februari 2016.
Credit 

Alkimia Production yang digawangi oleh Wulan Guritno, Amanda Soekasah dan Janna Soekasah-Joesoef selaku tim produser. Produksi film I am Hope juga dipersembahkan oleh Wardah, dengan strategic partner Berlian Entertainment dan didukung oleh Ciputra Artpreneur, Blue Bird, Ghea Fashion Studio, Oasis, Siloam Hospital, Gobox, Foodism dan Growmint.

“I am Hope” berkisah tentang dinamika perjuangan seorang gadis muda bernama Mia, diperankan oleh Tatjana Saphira yang divonis mengidap kanker, dan peran Maia, diperankan oleh Alessandra Usman, yang menjadi semacam penyangga semangat dan inspirasi Mia untuk melalui tantangan demi tantangan menghadapi penyakit kanker dan memperjuangkan mimpinya berkarya.

Film ini berkisah tentang Mia,seorang gadis yang dinamis, kreatif, penuh semangat dan imajinasi. Energinya itu ingin dia wujudkan dalam bentuk pertunjukan teater. David, teman dekatnya yang diajaknya untuk berlakon di pertunjukkan itu.

Tak disangka di tengah Mia sedang giat-giatnya mempersiapkan pertunjukkan, Mia kolaps. Dari diagnosa dokter, Mia disebut menderita kanker. Tentu saja hal ini mengejutkan semua pihak. Mia tak ingin menambah luka hati ayahnya, Tio, yang kehilangan istrinya atau ibu Mia karena sakit kanker juga. Apalagi keadaan ekonomi mereka yang dulu berkecukupan menjadi berkurang karena tersedot biaya pengobatan sang ibu.

Mia berusaha menolak aneka bentuk pengobatan, demi kata penghematan. Dan juga tak mau habis waktu dan tenaganya akibat kemoterapi. Dia tidak mau berhenti mempersiapkan pertunjukkannya. Satu hal yang dia impikan dan persiapkan sejak lama.

Mia memastikan agar Maia, yang selalu mendampinginya selama ini, tidak menunda pertunjukkan, apapun yang terjadi. Dan Maia memastikan hal itu. Hari pertunjukkan, Mia kolaps lagi dan tidak sadarkan diri. Pertunjukan berlangsung tanpa kehadiran Mia.

Setelah Mia sadar, Maia dan David serta para pendukung pertunjukan pun datang. David menunjukkan video pertunjukkan itu ke Mia dan memberinya kabar gembira. Bahwa seorang produser film mendatangi David, lalu meminta pertunjukkan itu dijadikan bentuk film layar lebar. Dia hanya ingin bertemu Mia dan meminta Mia menulis ulang untuk naskah film.

Mereka bersemangat sekali. Mia sejenak melupakan sakitnya dan ketakutannya untuk melakukan operasi dan rangkaian kemoterapi. Dia pun memandang ayahnya, Tio, dan mengatakan kesiapannya melakukan operasi dan kempoterapi. Mia ingin sembuh dan mewujudkan mimpinya yang lebih besar lagi.

Operasi pun dilakukan, begitu juga kemoterapi. Disinilah perjuangan seorang survivor kanker baru dimulai. Kondisi fisik yang makin melemah, kemoterapi yang lama dan menyakitkan, obat-obatan yang harus diminum setiap hari sampai berbutir-butir jumlahnya itu membuat harapan Mia melemah. Dia nyaris menyerah.

Ayahnya, Maia dan David mendampinginya dan mencoba berbagai cara agar Mia tetap bersemangat. David selalu siap dengan gadgetnya untuk merekam ide Mia dan siap mengetiknya. Namun karena sakit dan lemah, Mia diam saja dan pura-pura tidur.

Sampai akhirnya masuklah Angel, gadis kecil penderita kanker getah bening yang sudah dirawat di rumah sakit itu selama dua tahun. Angel masuk begitu saja ke kamar Mia, ketika Mia sendirian. Sambil membawa boneka, Angel menyapa Mia dengan riang gembira. Dia berceloteh dengan ceriwisnya sambil menunjukkan kulit bekas tusukan jarum kemoterapinya dengan bangga. "Lihat nih, setahun lagi aku nggak akan lagi di kemo. Kalau sudah sembuh nanti, aku ingin jalan-jalan ke waterpark dan meluncuur ke kolam renang bersama ayah dan ibuku. Aku suka renang. Aku suka air. Kakak suka apa?"

Pertemuan dengan Angel itu membuka kembali harapan bagi Mia. Dia menjadi semangat lagi. Mia pun mengambil laptop kesayangannya dan mulai menulis lagi naskah film yang diinginkan oleh produser. Ketika kemoterapi pun laptop itu dibawanya. Dan di asik saja mengetik dan mengetik di saat kemoterapi. Sesekali Angel menemaninya ketika kemoterapi dan menghiburnya dengan segala keceriwisannya itu.

Akhirnya naskah film itu selesai. Proses pembuatan film pun lebih banyak diikuti oleh Mia secara livechat dengan produser. Dan film itu pun keluar. Mia sangat bahagia. Dia semakin bersemangat meneruskan pengobatannya sampai sembuh.

Mia meyakini bahwa harapan dia bisa sehat kembali dan mewujudkan mimpinya adalah energi besar yang membuatnya bisa bertahan selama ini. Mia ingin sekali berterima kasih pada Angel, si gadis kecil yang menemaninya selama ini. Namun Angel telah pulang ke kota kelahirannya, begitu Mia mendapat kabar dari suster.  Mia pun berusaha mencari kontak keluarga Angel, tetapi apa yang terjadi. Ternyata Angel telah berpulang untuk selama-lamanya. Di akhir film, terlihat Mia mengunjungi makam Angel sambil membawa boneka putri Duyung. Dia ingat, Angel suka sekali berenang dan bermain air, seperti putri Duyung. Mia berbisik dan mengucapkan terima kasih atas suntikan semangat dan harapan yang diberikan oleh Angel dengan tulus hati. Mia berjanji untuk menyelesaikan pengobatannya dan melakukan banyak hal sehingga bisa membantu anak-anak seperti Angel. Membantu manusia-manusia kecil yang punya keterbatasan dalam menyelesaikan pengobatan kankernya sampai tuntas. Sampai mereka sembuh dan bisa tumbuh besar mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan.  Mia berjanji pada hari itu, dan itulah Hope-nya yang terbesar.

Ini semua adalah ending cerita film versi saya. Anda pun bisa membuat ending story versi sendiri loh. Silahkan lihat teaser filmnya #IAmHopeTheMovie di link ini. Lagu soundtracknya "Nyanyian Harapan" dari RAN pun begitu mengena di hati karena lagu ini juga melibatkan 8 Warrior Hope yang bernyanyi bersama RAN. coba deh lihat disini.

Film ini baru akan tayang di bioskop mulai 18 Februari 2016. Tiket dan gelang harapannya bisa didapatkan sekarang. Bisa pesan pre-sale. Ayo ajak keluarga, teman-teman dan siapa saja di akun sosial mediamu untuk menonton film I am Hope The Movie ini. Dan sukseskan gerakan gelang harapan menyebarkan harapan positif untuk lebih banyak orang lagi.

“PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di bioskop mulai 18 februari 2016. Dapatkan @GelangHarapan special edition #IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp.150.000,- (untuk 1 gelang & 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk Dari #BraceletOfHope 100% & sebagian dari profit film akan disumbangkan untuk yayasan & penderita kanker sekaligus membantu kami membangun rumah singgah .
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie
Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie
Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia
#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope”


Yakin Mau Jadi Ibu Rumah Tangga ?

14 komentar
*tarik nafas panjang. 

Keluh.
Ibu-ibu sedang menatap kembali bekas peluh.
Cucian menumpuk, anak menangis, rumah berantakan.
Dapur kemasukan tikus dan kecoa, kasur penuh bekas ompol.
Jemuran baju semalam pun dengan mudahnya terguyur air hujan tanpa sempat diselamatkan.

Keluh. 
Jam kantor tak juga usai.
Peserta meeting kali ini berdebat tiada henti dan tanpa solusi.
Anak pertama mau ujian sekolah, anak kedua sedang demam di rumah.
Meeting pun usai, sang ibu pun bergegas pulang.
Namun lagi, lagi, deretan kendaraan menghadang. Macet.
Sedangkan hari sudah semakin malam.

Suasana seperti apa yang pernah dihadapi oleh ibu bekerja?
Suasana seperti apa yang pernah dihadapi oleh ibu rumah tangga?

Adakah yang malah menghadapi kedua-duanya?

Saya berani menjawab, ADA !

Wacana atas penilaian manakah yang lebih baik, IBU BEKERJA atau IBU RUMAH TANGGA ?
Seakan takkan pernah usai sampai di hari akhir nanti.
Konflik tiada akhir.
Tak tahu dimana ujung pangkalnya.
Seperti sinetron bapak-bapak yang ingin naik Haji dari berjualan bubur. Yang sudah jualan bermangkok-mangkok bubur, entah kapan berangkat hajinya.

semua SAMA BAIKNYA gitu aja, bisa kan?

Baiklah, intro dan prolog cukup sampai disini. Mohon maaf, saya jadi terusik kembali untuk menuliskan tema ibu rumah tangga, setelah melihat sliweran berita viral yang ada di sosial media saat ini. Tentang Pantaskah ibu disebut ibu ? tentang betapa baiknya menjadi Stay at Home Mom, dan sebagainya. Saya akan mencoba berbagi pengalaman pribadi di artikel saya ini.

Suatu hari, tiba-tiba saya dikontak kembali dengan teman sekamar saya waktu kos di Bandung dulu. Kami beda jurusan, tapi kuliah di kampus yang sama. Senang sekali, karena sudah hampir 5 tahun lebih hilang kontak. Dari ngobrol sana-sini, saya katakan mau kuliah lagi, S2. Teman saya ini langsung menuliskan komentarnya,
"Loh, kok kamu gitu sih Rin. Tau nggak, aku ceritain tentang kamu loh ke murid-murid aku. Kalau aku nih punya teman yang hebat. Dia ngelepasin kerjaannya di LIPI demi jadi ibu rumah tangga."

Kaget juga saya membaca komentarnya. Segera saya jawab dengan sedikit emosional. "Loh, masak aku kuliah lagi itu artinya nggak jadi ibu rumah tangga to?"

Dia pun menjawab (mungkin sadar kalau saya tersinggung), "bukan maksudku gitu. Aku ingat kamu dulu keras sekali kalau ngomong tentang pentingnya jadi ibu rumah tangga. Iya kan."

Degh.
Iya juga, saya baru sadar. Dan kembali ingat masa-masa itu. Saya berusaha membalas pesan teman saya dengan bahasa seaman mungkin. "Iya bener. Aku memang dulu keras banget. Tapi itu dulu. Sebelum aku tahu keadaan nyata dunia ibu rumah tangga ini. Nggak semua ibu-ibu bisa jadi ibu rumah tangga, mpok. Tidak semua suami bisa menyokong istrinya secara ekonomi. Dan ada juga ibu-ibu yang mempunyai kewajiban ekonomi untuk keluarga besarnya. Mungkin untuk ibunya, mungkin untuk anak dari suaminya terdahulu sementara dia segan meminta dari suaminya sekarang. Sekarang pandanganku terbuka mpok. Kita tidak bisa menentukan ini baik, ini tidak. Kita tidak tahu apa yang terjadi di balik pintu rumah orang."

Teman saya pun mengakhiri chatting malam itu, dengan pertanyaan lagi, "oke, jadi setelah lulus kamu mau kerja kantoran ya?"

Sambil tertawa saya menjawabnya, "kuliah aja belum mulai mpok. Ya nggak tau deh, udah umur segini, kalau ada yang mau nerima kerja di kantornya ya mau deh aku."

"Kalau gitu ngapain kamu kuliah lagi?"

Dan pesan terakhir teman saya itu, tidak saya jawab. Saya matikan ponsel, lalu pergi tidur.

Oke,, sudah merasakan suasana hati seorang ibu rumah tangga dalam percakapan itu? apakah dia merasa termotivasi oleh temannya sendiri yang juga perempuan? atau malah terintimidasi?
coba dijawab.....

Tetapi walau sakit hati, saya bersyukur juga sudah menerima komentar itu dari teman saya. Saya jadi sadar, betapa awamnya saya waktu itu. Seenaknya menyarankan orang jadi ibu rumah tangga saja di rumah. Padahal saya tidak tahu latar belakang kehidupan orang itu. Jika bisa bertemu lagi, saya akan mohon maaf.

Saya mencoba menerima keawaman saya itu sebagai fase yang harus saya lewati. Saya menjadi ibu rumah tangga bukan karena cita-cita sejak awal. Keadaan yang memaksa saya harus membuat pilihan itu. Dan saya yakin, banyak perempuan yang mengalami hal yang sama.

Menjadi ibu rumah tangga itu tidaklah semanis yang dikatakan para artis. Banyak komentar masyarakat sekitar yang membuat sakit hati. Apalagi jika kita pernah sekolah di tempat yang kabarnya terbaik. Lulusan kampus ternama.

Seorang tetangga pernah bercerita, “Mbak, kata suamiku loh, mbak ini kok sayang banget sih nggak kerja. Mbok ya buka les privat atau apa gitu loh. Sayang kan ilmunya sia-sia.”
Eh, ternyata di rumah tetangga, saya jadi bahan obrolan suami istri itu. Saya tersenyum saja. Mereka tidak tahu bagaimana detilnya merawat anak yang lahir prematur supaya bisa tumbuh sehat dan normal, seorang diri dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jangankan memberikan les privat. Bahkan meninggalkan anak tidur dalam kamar tertutup saja, harus saya cek setiap saat sambil melihat gerak naik turun dadanya, apakah masih bernafas?. Mereka tidak tahu.

Lalu ada lagi, yang datang dengan cemberut. “Kemarin aku lembur di kantor. Capek kan. Nggak masak. Anakku belum makan. Suamiku ngomel lagi, katanya gini nih, “Kayak mbak Heni gitu loh, di rumah aja ngurus anak sama suaminya.”.  “Ya aku jawab aja mbak, kawin aja sama mbak Heni kalau gitu!”
Nah loh, saya ternganga mendengar tetangga yang kok ya sampai hati nyeritain hal itu ke saya. Kalau nggak ingat umur, bisa ambil bambu runcing nih saya. Tersinggung berat!

Beda ketika bertemu dengan kakek atau nenek tetangga sebelah, yang kebagian jatah ngasuh cucu-cucunya ketika anak dan mantunya kerja di kantor, di luar rumah. Dengan gurat wajah lelah, sambil menggendong bayi mereka menegur saya yang sedang menjemur baju. “Nyuci mbak Heni?”
Saya menjawab sopan, “nggih Uti.”
Beliau pun melanjutkan kalimatnya, “Enak ya kayak mbak Heni ini. Di rumah. Anaknya diemong sendiri, diasuh sendiri. Bisa pinter. Nggak kayak mamanya si ini nih. Kerja sampai malam lembur-lembur. Hujan kehujanan. Kasihan. Kadang sampai vertigo.”
Kalau sudah kejadian gini, maka saya cuma tersenyuuum tipis dan menatapnya iba. Nenek dan kakek itu sebenarnya lelah.

Itulah yang terjadi terutama ketika tinggal di kota besar dan kompleks perumahan. Mayoritas ibu-ibunya kerja di kantor di luar rumah. Kalau pagi sepi sekali. Tahu siapa teman saya selain kakek dan nenek tadi?
Teman saya itu para pembantu, yang sekarang disebut asisten rumah tangga. Ketika menyuapi anak pagi, siang dan sore hari, saya barengan dengan mereka. Belanja sayur ketemu mereka. Menemani anak balita bermain mencari belalang dan capung di sekitar rumah pun bersama mereka. Sempat saya iri juga loh sama mereka. Ya iri ya malu juga. Para asisten rumah tangga itu kan hebat, jadi ibu rumah tangga dobel-dobel. Mereka yang kerja mengurus rumah dan anak orang, lalu pulang harus ngurus rumah dan anaknya sendiri. Tapi kelihatannya segar bugar dan tidak kelelahan seperti saya waktu itu. Saya pun malu, mereka punya gaji dari keringatnya sendiri, sedangkan saya?

Sempat juga terpikir, kalau akhirnya kerjaan dan aktivitas sama saja kayak asisten rumah tangga, kenapa saya ditakdirkan susah-susah sekolah ya, buat apa?. Dan ketika masa itu, komentar negatif lah yang masuk dalam pikiran saya. Saya gagal? Benar. Ilmu saya sia-sia? Ya benar. Saya malas? Ya benar. Dan seterusnya.

Konflik batin ini tiada akan berhenti. Karena komentar orang juga itu-itu saja. Untuk mengatasinya, karena sudah ada sosmed dan blog, saya pun menuliskan keutamaan dan kelebihan menjadi seorang ibu rumah tangga. Terutama dari sudut pandang agama. Saya tuliskan, akan mudah mendapat pahala. Begitu berharga karena menjadi pendidik generasi penerus bangsa. Dan hal  lainnya yang secara tersirat maupun tersurat akhirnya menunjukkan bahwa ibu rumah tangga itu lebih baik daripada ibu bekerja. Sebenarnya bahan tulisan itu ya dari saya browsing sana-sini. Karena sejak kecil sampai gede, saya diajari ilmu agama cuma 2 jam seminggu di sekolah. Saya meniru tulisan-tulisan itu. 

Dalam perjalanan waktu, saya sadari bahwa saya menulis itu semua sebenarnya untuk menutupi luka batin saya sebagai ibu rumah tangga. Atau untuk memberikan kekuatan pada diri sendiri, karena lingkungan tidak bisa melakukannya untuk saya.

Fase itu sudah berusaha saya lalui dengan damai. Yang artinya, sudah saya tidak umbar-umbar lagi dalam bentuk tulisan apapun di sosmed, bahwa menjadi ibu rumah tangga itu lebih baik.

Sempat saya berpikir, apakah hal ini hanya terjadi pada diri saya saja. Ternyata tidak juga loh. Ada beberapa teman saya, yang sempat jadi pejabat penting di kantor tempatnya bekerja dulu, dan harus resign lalu jadi ibu rumah tangga, karena mengikuti suaminya ke luar kota dan luar negeri. Dari statusnya di sosmed, atau gambar yang dijadikan profil picture, saya simpulkan ternyata masalahnya sama saja seperti saya. Diremehkan karena dianggap hanya sebagai ibu rumah tangga.

Begitulah, tidak mudah menyandang gelar ini. 

Di saat seorang ibu, mengurus anak prematur sendiri tanpa dibantu neneknya atau asisten rumah tangga. Lalu berhemat habis-habisan demi biaya anak. Bercermin pun tak sempat. Lalu ketika berkumpul bersama keluarga besar, dia dikomentari, “item banget sih wajahmu, nggak pernah facial ya?!”. 

jederr...sakitnya tuh disini....!!!

Saya yakin, nyeri hati yang sama juga dialami ibu bekerja di luar rumah. Ketika sampai di rumah neneknya, tempat menitipkan anaknya untuk sementara. Baru saja membuka helm dan masuk pintu rumah neneknya, langsung diserbu anak-anak yang mulai menangis karena minta mainan, jajan atau es krim. Dan nenek yang berteriak,”hei, seharian tadi kamu nggak nangis ya. Pinter. Sekarang mama datang, kok malah nangis sih.”

Mengalami?

Menjadi ibu itu tidak mudah.
Menjadi bapak pun tidak mudah.

Tapi tidak ada wacana konflik bapak rumah tangga apakah lebih baik daripada bapak bekerja. Walaupun di dunia nyata ada yang terbalik seperti itu. Istri bekerja, suami di rumah. Namun masyarakat kita tidak mempermasalahkannya. Setidaknya tidak dijadikan ukuran kepantasan seperti yang bergema di sosial media.

Kepantasan menjadi ibu, diukur dari berapa jam bertemu anak, apakah juga bijaksana?

Saya kok jadi teringat dengan walikota Surabaya, bu Risma. Bu Risma ini bekerja sejak pukul 6 pagi. Bahkan jika ada hujan deras, tengah malam pun bu Risma pergi keluar rumah. Jika dihitung mungkin cuma 1 jam ketemu suami, 1 jam ketemu anak.

Lalu, beliau boleh disebut tidak pantas jadi ibu?

Kata “IBU” saja, begitu sakral untuk bisa disematkan dengan bebas pada kalimat analogi seperti yang sedang di-share kemana-mana saat ini.

Kita harus sangat hati-hati dalam menggunakan kata ini. Karena banyak sekali definisi ibu. Apakah ibu hanya yang melahirkan anak dari rahimnya sendiri?
Bagaimana jika ada perempuan bekerja, menikah, lalu mengasuh anak suaminya?. Dan karena kondisi, dia harus bekerja bahkan lebih dari 8 jam sehari. Apakah dia tidak pantas di sebut ibu?

Bagaimana jika ada perempuan bekerja, mengasuh anak orang, dan dengan kasus sama harus meninggalkannya lebih dari 8 jam sehari? Masih tidak pantaskan dia disebut ibu?

Kalimat analogi ini, yang menyematkan tentang IBU, hemat saya tak perlulah dituliskan. Karena dampaknya ternyata besar. Dunia ibu-ibu jadi resah. Ibu bekerja tidak terima. Ibu rumah tangga kena juga. 

Sejak bertemu beraneka kondisi ibu-ibu secara nyata di dunia ibu rumah tangga. Saya semakin menyadari bahwa kita benar-benar tidak bisa menilai orang lain baik atau buruk.

Saya meyakini, tugas manusia itu sebenarnya hanya berusaha keras berbuat baik. Urusan penilaian bukan tugas manusia, tapi tugas Pencipta Manusia. 

“Urusan-ne Gusti Alloh”, gitu kata Cak Nun. “Yang membuat manusia masuk surga itu bukan amal baiknya. Bukan jumlah tahajudnya dan puasanya. Yang bikin manusia masuk surga itu, karena Gusti Alloh ridho padanya. Titik. Ora usah repot-repot mikirin mengubah manusia. Wong manusia itu tak punya kuasa pada tahinya sendiri kok. Lah iya toh. Untuk nahan diri biar dia nggak buang air besar aja nggak bisa kan. Sekelas Nabi saja, tidak bisa mengubah anak istrinya jadi baik, kok kita yang kayak gini merasa lebih baik dari orang lain. Yo Non Sense. Mustahil.”

Membaca tulisan dan mendengar ceramah budayawan Cak Nun (Emha Ainun Najib) ini semakin menguatkan keyakinan saya. Bahwa, apalah kita ini. Mau di cap ibu rumah tangga males, Cuma glundang-glundung di rumah, ya sudah biarin saja. Mau dicap ibu bekerja, kok enak-enakan, teganya nggak ngurusin anaknya, ya sudahlah biarin saja. 

Kalau ada berita beginian, dan hati kita panas, ya tulis saja komentarnya di status. Nggak perlu nge-share beritanya atau capture picturenya. Eman-eman. Sayang. Percuma. Nanti yang emosi makin meluas. Yang jualan makin laris. Dia yang tepuk tangan. Dan kita?

Seperti halnya elektron di struktur atom. Elektron punya konfigurasinya masing-masing. Punya kamarnya masing-masing. Punya tempatnya masing-masing. Seperti halnya manusia yang punya garis hidup dan takdirnya masing-masing. Tidak ada teori yang berhasil menunjukkan bahwa garis hidup si A lebih baik dari garis hidup si B. Kalau mau dijadikan persamaan matematika, bakal ruwet. Variabelnya banyak. Otak manusia nggak mampu menjangkau. 
*ibu-ibu pecinta damai :D

Jadi ibu rumah tangga, ya kurang lebih seperti yang saya ceritakan itu keadaannya.
 Jadi ibu bekerja, ya seperti yang saya sempat amati itu keadaannya.

Namun menjadi perempuan yang semakin lebih baik ke depannya, adalah semangat yang perlu terus dijaga. Nambah keterampilan. Nambah pengetahuan. Tidak ada ilmu yang sia-sia.

Ketika ada yang berkata, “ngapain pake kuliah lagi, mending kursus kue aja bisa dagang. Menghasilkan. Cepet balik modalnya.”. Ya, sudahlah. Manusia bebas berkomentar. Kita pun tidak usah terbakar emosi dan berusaha menulis artikel untuk menjelaskan diri. Nanti ada pihak yang tersinggung, rame lagi. Menjelaskan kondisi rumah tangga kita panjang lebar juga, nggak pantes. Haduuh, ngabisin umur, tahu!! (*gitu kata Mamah Dedeh)

Ibu saya terus meyakinkan, “ilmu takkan sia-sia. Garis hidup orang itu beda-beda.” Kita hanya harus terus maju ke depan, sesuai kondisi saat ini. 

Ketika anak masih bayi, tak bisa ini itu, ya sudah dinikmati ngurus anak di rumah. Asal anak bisa sehat. Ketika keluarga masih membutuhkan uluran dana dari kita, ya nikmati kerja kantoran dengan hati lapang. Waktu yang bisa memberi jawaban.

Marilah para perempuan, kita bergandeng tangan. 
Tugas kita sudahlah sangat berat.
Mari saling menjaga hati.

Ingat, Semua orang pantas disebut IBU.
Kecuali bapak-bapak!


disclosure: tulisan ini adalah pengalaman saya pribadi. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kurang berkenan. Salam ibu-ibu pecinta damai :)