Sometimes people are beautiful. Not in looks. Not in what they say. Just in what they are.
Cantik itu seperti apa sih?
Apakah aku cantik?
Bagi beberapa perempuan, menjadi cantik adalah sebuah hal biasa, lumrah dan mudah.
Namun hal itu tidak berlaku untuk saya.
Jika cantik itu feminin, manis, memakai baju perempuan.
Maka, saya tidak cantik.
Perlu diketahui, saya lahir di kota besar, Surabaya. Kota yang metropolis, yang menurut ibu saya "kurang aman". Untuk itu, sejak kecil, ibu membiasakan saya dan semua anak perempuannya untuk siaga menjaga diri. Salah satunya dengan memakai celana panjang.
Dalam perkembangan, saya merantau, saya tak sekedar sebagai gadis bercelana panjang. Tapi menjadi gadis berjilbab yang tomboy. Bukan karena genetik tapi karena keadaan. Ya, saya sengaja berjalan, bergerak, berpakaian seperti laki-laki, supaya aman. Supaya tidak ada yang berani menggoda dan melukai saya ketika saya berangkat sendirian naik bus atau kereta api selama belasan jam. Atau saya tetap aman ketika berjalan kaki pulang ke tempat kos, di tengah malam, setelah mengikuti kegiatan kampus. Celana jins, kaos atau kemeja panjang, jilbab polos dan sepatu kets adalah perlengkapan andalan.
Alhamdulillah, Tuhan Mahabaik.
Gadis tomboy ini diberikan jodoh. Yang selain menerima apa adanya, juga memberikan proteksi luar biasa untuk menjaganya. Sebuah kondisi yang berbeda 180 derajat. Dari terbiasa sendiri menjadi kemana-mana harus ditemani. Demi keamanan, itu juga alasan suami saya. Dia tidak ingin saya sendirian seperti dulu. Apalagi kejadian buruk semakin banyak diberitakan sekarang.
Apa dampaknya?
Karena saya tidak perlu jadi "laki laki" lagi, mendadak saya ingin sekali jadi perempuan.
Lucu ya?
Perempuan kok ingin menjadi perempuan.
Maksudnya, saya ingin seperti teman saya itu. Berpakaian cantik, berdandan dan merawat tubuhnya. Sesekali juga kongkow cantik untuk bergaul. Saya ingin mereka menerima saya. Tak lagi memelototi saya dari ujung jilbab ke ujung jempol kaki, mengernyitkan dahi, memandang celana jins belel, jaket lusuh dan jilbab bergo yang mereka lihat, ketika mereka bertemu saya di luar rumah.
Ketika ingin cantik hanya demi pandangan orang, percayalah, saya malah jadi babak belur tiada tara.
Alhasil, demi ingin
tampil tampak cantik, saya pun ikut ikutan permak wajah. Tanpa pikir panjang, saya beli paket krim kecantikan, yang lumayan harganya untuk saya waktu itu. Promosi teman yang jual gencar. Dia juga kinclong banget wajahnya. Saya percaya aja kalau itu semua berkat krim yang dia jual. (yang ternyata tidak)
Saya pun memakai krim itu. Krim pagi, siang, malam, alas bedak. Hasilnya? Wajah saya gatal, panas dan berjerawat. Malahan teman penjual krim itu yang mentertawakan wajah saya yang bopeng dengan alas bedak yang terlalu putih, di depan forum wali murid yang saya ikuti. Malu banget. Saya sampai pamit pulang sebelum acara selesai. Kapok suwer deh.
Selain perkara wajah, saya juga terdistorsi hati untuk tampil feminin. Memakai rok. Gamis. Namun itu tak bertahan lama. Karena anak saya laki laki semua yang sangat lincah. Saya sering jatuh, terjungkal, atau baju kecantol standar sepeda motor ketika mengantar-jemput anak sekolah. Sampai yang parah, kaki kanan saya terkilir berulang kali, padahal kaki kiri saya sudah dioperasi karena retak. Itu karena, ketika saya memakai rok, konsentrasi saya selalu bercabang dua. Antara menjaga langkah kaki dan jalan raya. Hasilnya, lebih sering di jalan jadi nggak konsen. Celaka deh.
Duh, cantik kok membahayakan ya.....
Hal ketiga yang saya lakukan juga. Kongkow cantik. Mulai ikut arisan sampai belajar
make up. Demi cantik, saya membeli alat kosmetik yang disarankan. Gini pengen, gitu pengen, beli semua sampai numpuk banyak. Ikutan
ngerik alis, demi wajah yang proporsional. Ikutan teman, tiap hari dandan, walau sekedar ke pasar. Rasanya? Saya riewuh sendiri mikirin baju apa besok? Lipstik warna apa? Jilbab apa? Matching nggak nih? jangan-jangan nanti dikomen nggak matching, atau selera ndeso. Haduuhh.
Kapok Jadi Cantik.
Saya Memutuskan Kembali Jadi "Laki-Laki"
Ribetnya ampun gitu untuk jadi cantik ya? saya sering iri deh dengan laki-laki, yang enak saja gitu. Habis mandi, habis wudhu, tinggal lap handuk, pakai baju, beres. Nggak perlu pake bedak atau kosmetik. Dan nggak ada tuh yang melototin dari ujung rambut sampai ujung kaki karena nggak dandan.
Mending kayak "laki-laki" aja deh,
bomat, hati saya geram sendiri.
Akhirnya tiba suatu masa, saya ingin lepas dari semua usaha saya untuk menjadi cantik, dianggap cantik dan diterima sebagai perempuan cantik. Mau jungkir balik berusaha, teteeeep ada juga yang meremehkan penampilan saya.
Saya berpikir keras.
Sebandingkah usaha saya ? perlukah saya jadi cantik?
mending saya jadi cantik atau jadi orang yang berguna?
we believe true beauty comes from the heart. For us, beauty is much more than a pretty face. It's about feeling good and doing good, too.
Sesuai kalimat di atas, saya memutuskan untuk mengalihkan konsentrasi pada hal lain. Terserah mau dikomentari, "nggak pernah facial ya?', "Selera bajumu jadul banget sih", "baju kok nggak match", endebrai endebrai....dah saya memilih tutup telinga dan tutup memori.
Saya memilih terus belajar, belajar dan mengajar hal baru yang berguna untuk diri saya sendiri dan orang lain.
Saya kembali tidak peduli pada penampilan. Asalkan enak dipakai, nutup aurat dan saya bisa bergerak bebas tanpa terjungkal. Aman.
Saya sering mengulang-ulang bayangan
bu Risma, walikota Surabaya, di benak saya. Beliau berpenampilan biasa. Namun cekatan, gesit ketika bekerja. Tegas ketika berbicara. Dan cerdas ketika berpikir untuk hajat hidup orang banyak. Sekaligus baik hatinya demi menolong sesama. Bu Risma, sering tampak berkeringat wajahnya, tanpa kosmetik sama sekali. Jilbab bergo-nya dan bajunya basah karena bekerja di taman Surabaya. Saya ingin seperti beliau saja. Nggak repot mikiri wajah. Repot mikir aja demi jadi berguna untuk kebaikan. Fix, Deal. Saya harus seperti itu.
Namun ternyata, tak bisa dipungkiri.
Dunia ini juga ada sisi visual.
Mau tidak mau, penampilan fisik harus diperhatikan
" Ajine Raga Saka Busana. Ajine Ati Saka Lathi "
Pepatah Jawa diatas artinya,
kehormatan diri dilihat dari penampilan sedangkan kehormatan hati dilihat dari ucapan. Saya diingatkan terus oleh ibu tentang pepatah itu. Ya, ibu saya, walau ketika kami dalam kondisi ekonomi yang sulit, selalu menjaga penampilan diri. Bagi orang Jawa, menjaga kehormatan diri sebagai perempuan, artinya menjaga nama baik orang tuanya atau suaminya, jika sudah menikah.
Saya mencoba menolak pepatah itu, namun akhirnya luluh juga. Iya, ibu saya benar.
Saya harus membenahi diri. Jika saya ngotot hanya peduli penampilan non fisik, sepertinya saya harus pindah ke dunia roh. Atau berpenampilan seperti Valak. *LOL
Alloh SWT itu Indah dan Menyukai Keindahan.
Aduh, kalau sudah membaca kalimat diatas, saya jadi makin nggak enak. Kekucelan saya selama ini, bisa saja memberikan pandangan buruk kepada agama yang saya anut. Muslimah kok kucel gitu sih. Siapa tahu, komentar itu sering mampir di benak orang yang melihat saya.
Ya, saya harus berbenah. Namun saya tetap tidak mau ngotot dan babak belur seperti sebelumnya. Saya kenali diri saya sendiri. Saya menyortir aneka ria kosmetik yang saya beli karena ikut-ikutan teman. Saya memilih yang aman, nyaman dan cocok untuk saya.
Jadi, alat kecantikan yang saya pilih adalah ini:
1. Wardah Lightening Facial Serum
2. Wardah Two Way Cake
3. Wardah Long Lasting Lipstik dan Exclusive Lipstik
4. Wardah Lightening Milk Cleanser dan Face Toner
5. Eyeliner
6. Pensil alis
7. Blush on
Untuk membersihkan wajah, saya hanya menggunakan sabun sulfur dan wardah cleansing kit. Saya nggak telaten kudu pake pelembab dan BB cream atau apalah untuk keseharian. Dengan facial serum wardah, nggak tahu tuh, kulit wajah jadi lembab, kenyal dan lumayan cerah. Jadi pake bedak bisa nempel nggak pake ada
beludukan kulit yang kering kayak biasanya.
Untuk merias wajah, ya, super minimalis aja. Saya belum bisa
conturing, shading atau apalah. Target saya hanya wajah tampak segar dan enak dipandang, tidak kusut dan kusam. Sebisa mungkin saya tidak lagi
ngerik alis. Untung ada mbak Yonna Kairupan yang bikin tutorial bikin alis tanpa harus dikerik. Trus, kata mbak Yonna juga, jika kita berkacamata dan nggak mau repot pake eye shadow atau riasan mata, maka kuncinya juga penggunaan eyeliner dan maskara. Biar wajah kita tampak fresh.
|
riasan minimalis dengan nyengir maksimalis :D |
Memilih kosmetik juga dengan pertimbangan aman. Wardah halal adalah jaminan mutu. Saya yakin tak ada zat kimia buatan yang berbahaya, atau bahkan dari bahan haram.
Long term pemakaian, wajah saya aman.
Lalu baju? Penampilan?
Saya berusaha sekuat tenaga untuk tampil rapi dan sesuai kondisi atau keadaan. Dan yang lebih penting. Kalaupun ada hal tak sesuai, saya tak mau ambil pusing. Saya akan semakin melebarkan senyuman. Menebarkan optimisme. Berusaha menyampaikan hal positif.
Dengan berjalan waktu, saya makin menerima diri saya sendiri. Saya bercelana panjang. Kadang juga tanpa riasan, karena habis wudhu males
touch up. Mau pol-polan selalu tampil cantik, ya babak belur lagi saya. Apapun itu, saya yakin, fokus untuk bisa
cantik dari hati adalah pilihan terbaik. Fokus pada keinginan saya untuk terus belajar dan berbagi kebaikan atau manfaat kepada siapapun dan apapun. Konsentrasi terjaga, prestasi pun ada. Menyerahkan alat kecantikan pada
Wardah yang halal dan terpercaya, seperti membagi porsi kerja kepada patner yang sudah kompeten di bidangnya. Tidak memberatkan pikiran.
Dengan begitu, saya bisa fokus untuk menjadi manfaat bagi sebanyak mungkin orang, sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Karena tidak berat dan terbebani, saya makin percaya diri. Tampil sebagai diri sendiri dan terus menerus menjaga hati. Karena dari sana kecantikan sejati terpancar. Bagaimana dengan kisah anda mencari jejak #cantikdarihati ?
Tulisan ini diikutsertakan dalam: