"when I saw
(again) a chemistry laboratory that day, I know I have to redirect my
path"
Bau khas laboratorium kimia.
Senyuman dan tutur kata yang runtut dari perempuan yang hamil tua dan
menerangkan detil tentang konsep Meterologi. Istilah ilmiah, binar mata menyala
dan bergairah dari para peneliti yang menceritakan kisahnya, membuatku menarik
nafas berulang-ulang. Disinilah, disinilah, disinilah seharusnya aku
mengabdikan jiwa raga. Di dunia penelitian sainstek dan pendidikan. Sesuai
dengan latar belakangku mengambil kuliah sarjana kimia dan pasca sarjana
Teknologi Pendidikan. Benar, inilah saatnya aku berpikir serius untuk REDIRECT.
Debaran Hati di
Gedung Merah LIPI Kimia
Aku sama sekali tidak menyangka
akan bertemu lagi dengan terminologi kimia. Bisa masuk ke gedung besar dengan
petunjuk bertuliskan LIPI KIMIA. Apalagi bisa mendapatkan kontak langsung bu
Zalinar Udin, Kepala Balai Laboratorium Biomolekul LIPI Kimia Bandung, yang
sudah 16 tahun tak bersua.
Bu Zalinar, sangat membantuku di
masa penelitian Tugas Akhir dan setelah lulus kuliah Sarjana. Topik
skripsiku termasuk dalam penelitian beliau di S3. Yaitu meneliti ada tidaknya
interaksi antara ekstrak Gardenia Turbifera WALL dengan DNA bakteri Salmonella
typhi.
Beliaulah yang akhirnya menerimaku
untuk bekerja di LIPI dengan tangan terbuka lebar setelah lulus, juga
mengijinkan mengundurkan diri ketika memilih kembali ke Surabaya ketika hamil
anak pertama. Bahkan 2 tahun kemudian setelah anak pertamaku lahir dan besar, beliau
masih dengan semangat menyuruhku kembali bekerja di sana, di LIPI Kimia
Bandung.
Walaupun akhirnya aku tidak
meneruskan rencana kembali ke LIPI, tapi bagaimana beliau menerimaku kembali,
sangat berharga di hatiku ini. Pendek kata, Kimia berkesan di hati walaupun aku
berusaha sekuat tenaga menguburnya dalam-dalam.
|
di depan gedung LIPI KIMIA |
|
Laboratorium Kimia untuk bioenergi |
|
Aku di depan Pilot Plan Bioetanol Generasi 2 LIPI Kimia |
Bagaimana seorang "aku"
bisa sampai kesana?
Jalan yang terbuka dan tak terduga berasal dari satu kata
yaitu WRITINGTHON.
WRITINGTHON #1
: INOVASI ANAK NEGERI
Writingthon adalah ajang para
penulis untuk bekerjasama mewujudkan satu buku. Proses penulisan dan pencarian
sumber tulisan dilakukan secara marathon dalam batas waktu tertentu.
Diinspirasi oleh projeknya para
programmer aplikasi mobile yaitu Hackathon. Bedanya, disini para programmer dan
timnya harus bekerja selama 3 hari membuat sebuah aplikasi berbasis android
yang bermanfaat.
Hackathon untuk programmer.
Writingthon untuk penulis.
Audisi penulis writingthon ini juga
sama maratonnya. Hanya 1 minggu saja, Bitread, sebagai penyelenggara menggelar
rekruitmen. Kami, para blogger, biasa menyebutnya sebagai kompetisi ngeblog
atau menulis.
Biasanya satu banner kompetisi
menulis akan beredar viral di komunitas blogger. Tapi kali ini tidak. Aku
mendapatkan banner di hampir tengah malam. Saat itu, teman aku, Prita Hw,
blogger dari Jember, sengaja mengirimkan banner ini secara pribadi di chat
messenger.
Aku langsung terpana melihat
syaratnya adalah penulis berbasis sains. Langsung juga berterima-kasih kepada
Prita karena sudah memberitahukan hal itu.
“Ikut sana mbak, aku nggak punya
background sains. Sampeyan saja yang maju,”begitu tulis Prita.
Aku sama sekali tidak tahu apa itu
Puspiptek, Bitread dan Writingthon.
Sebelum bergerak selanjutnya, aku
cari dulu kedua “kata kunci” itu di google chrome, browsing. Semacam naluri
blogger yang menyelidiki apakah kompetisi ini beneran atau abal-abal. Dan
hasilnya fix semua aman, benar dan bisa dipercaya.
Malam itu juga, aku lembur di depan
laptop sampai menjelang dini hari. Segera mencari banyak literatur tentang
ilmuwan yang harus menjadi topik artikel yang akan diaudisi. Pilihan pun jatuh
pada bu Evvy Kartini, satu-satunya Ilmuwan Nuklir dari Indonesia, perempuan
pula, hebat. Aku sengaja memilih beliau karena genre menulisku selama ini juga
seputar perempuan dan teknologi. Pas banget.
Urusan tulis menulis pun harus
berhenti sejenak, karena esok paginya, aku ke Jombang, mengantarkan si anak
sulung kembali ke pondok pesantren. Aku bertekad menyelesaikan tulisan ini dan
ikut audisi. Tapi sama sekali tidak berharap atau menganggap bisa lolos.
Tulisan aku selesaikan di rumah ibu, dengan sedikit drama karena laptop harus
di-service dan ibu tak suka aku “mainan laptop” di depan beliau. Terlebih jika
ada juga suamiku disitu.
Perempuan Jawa haram hukumnya jika membiarkan suami
tanpa kopi di sore hari, syukurlah ibu tidak terlalu bereaksi keberatan saat itu karena suamiku mengatakan sudah biasa menghadapiku seperti itu ketika sedang dikejar "deadline" untuk menulis sesuatu.
Sebenarnya kondisi kurang kondusif dan aku tidak yakin bakal lolos. Tapi aku nekad saja, menyelesaikan semaksimal mungkin di
waktu mepet itu. Menuliskan esai tentang motivasi mengikuti audisi yang menyertakan
kalimat “ingin membumikan hasil riset agar mudah dipahami orang umum”. Aku
kirim email ke penanggung jawab
kompetisi. “Kirim dan Lupakan.” Itu mantraku saat menekan tombol SEND.
Alhamdulillah, ternyata aku
diterima dan lolos audisi menjadi 10 Penulis terpilih dari 200 peserta yang
mengirimkan tulisannya. Atas bantuan Alloh SWT.
Writingthon vs
Puspiptek
INOVASI ANAK NEGERI. Writingthon
yang pertama ini diadakan bertepatan dengan program Puspiptek Serpong Bogor
yang akan mengadakan PIF (Pekan Inovasi Festival 2017). 10 penulis pilihan dari
writingthon diberikan tantangan untuk menuliskan buku yang bisa mendeskripsikan
tentang Puspiptek dan semua hal yang ada di dalamnya, misi visi, inovasi,
kendala dan juga harapan yang dimiliki oleh lembaga penelitian terbesar di
Indonesia ini.
Oleh karena itu, kali ini latar
belakang penulis memang dipilih yang berbasis Sains dan Teknologi. Aku punya
basis kimia karena kuliah S1 mengambil jurusan Kimia FMIPA di ITB. Teman aku
lain ada yang dari Fisika, Biologi, Matematika dan juga yang aktif dengan
kegiatan reservasi alam. Aku pun sangat intent, tekun dan aktif untuk terlibat
dalam teknologi. Terutama teknologi digital untuk digunakan di pendidikan dan
kreatifitas. Mungkin salah satu latar belakang ini yang menjadi nilai tambah
dariku.
Sampai tiba di hari pelaksanaan.
Urusan akomodasi sudah ditangani dengan baik oleh pihak Puspiptek. Aku hanya
menyediakan biaya taksi untuk jarak rumah-bandara-lokasi acara. Di Wisma Tamu
Puspiptek jadi base camp pelaksanaan. Kami tidak akan hanya duduk manis menulis
disana. Sekali lagi, kami harus marathon keliling laboratorium dan gedung
tertentu Puspiptek yang akan diangkat sebagai materi tulisan.
|
ibu Sri Rahayu, Kepala Puspiptek Serpong |
Acara dibuka resmi oleh kepala
Puspiptek, ibu Sri Rahayu, yang gesture tubuh dan cara bertuturnya mirip banget
dengan bu Risma, Walikota Surabaya. Sedangkan wajah beliau mirip banget dengan
bude tetanggaku seberang rumah. I feels like home J
Baiklah untuk tiga hari ke depan,
aku harus siap jiwa raga. Alhamdulillah saat itu aku sehat wal afiat. Dan tidak
ada kendala baper atau mellow ala emak-emak yang melanda. I’m ready 100%. I’m
on fire. Mungkin juga karena di sekelilingku ini anak-anak muda. Ya, bisa
dibilang aku paling tua disana. Dan mereka pun satu persatu mulai memanggilku
MAMA.
Menjadi paling tua, tidak ada
halangan sama sekali. Kecuali sakit pinggang dan sakit kepala yang dating lebih
cepat ketika hari lembur telah tiba. Ya, di hari ketiga, 10 penulis diletakkan
dalam posisi berhadap-hadapan di dua sisi meja panjang. Seperti pemandangan
kantornya media online, beneran deh. Kami bersepuluh dan beberapa tim Bitread
terus berdiskusi, menulis dan ngakak bersama sampai lewat tengah malam. Inilah
Menulis Marathon itu.
Ya, hari pertama dan kedua, kami
marathon mewawancarai peneliti. Dating ke lokasi sampai ke tempat penyimpanan
Reaktor Nuklir di Batan. Menyusun taktik penulisan dan memilih sudut pandang
yang akan diambil. Baru di hari ketiga, setelah materi terkumpul, menulis di
depan laptop dilakukan pol-polan. Lewat jam 2 dini hari, kepalaku sudah nggak
kuat. Pusing bagian belakang. Bahaya kalau diteruskan nih, pikirku.
Mungkin dulu jaman masih unyu, aku
berani saja nggak tidur seharian. Tapi aku dah sadar umur. Daripada dipaksa
terus aku pingsan, mending aku menyerah dan tidur dulu saja. Teman sekamarku,
si anak mahasiswa abege, Iiz , juga beberapa kali merengek mengajakku kembali
ke kamar. Dia sudah nggak kuat juga. Bukan karena dia tua. Tapi karena kemarin
malam dia juga begadang sampai pagi. Sepertinya ada tugas kuliah juga yang
harus dia selesaikan. Fix, kami ke kamar. Dan satu per satu temanku pun kembali
ke kamar. Hanya satu orang yang bertahan sampai shubuh dan selesai menulis 10 halaman,
namanya pak Mul dari Semarang. Jagoan euy.
|
10 penulis pilihan Writingthon #1 , Pihak Puspiptek dan Bitread |
Kita akan punya energi yang semakin kuat jika berada di lingkungan dengan frekuensi yang sama. Begitulah yang aku alami saat itu. Jika dihitung kasar, energi kami seharusnya habis karena harus lari kesana kemari dari satu laboratorium ke laboratorium lain. Lalu bertemu dengan narasumber yang kebanyakan para peneliti senior.
Peneliti senior yang sangat antusias menjelaskan detil konsep penelitian mereka, yang seringnya malah mengeluarkan istilah ilmiah yang kadang diluar pemahaman kami. Disaat yang sama, kami harus konsentrasi penuh menyerap penjelasan para peneliti sekaligus menyiapkan pertanyaan di waktu yang sama. Kalau bisa melihat alur kerja di dalam sel neuron kami, mungkin loncatan elektron dari satu synaps ke synaps lainnya seperti mereka lari Sprint ya, nggak cuma marathon. Cepet banget!
|
Sedang mendengarkan paparan Peneliti di Puspiptek |
Biasanya, orang akan mudah kelelahan bila digempur tuntutan harus berpikir keras sekaligus bergerak kemana-mana. Giliran menulis, hampir dipastikan langsung tumbang. Atau malah sama sekali nggak ada ide mau nulis apa karena kecapekan.
Tapi, ajaibnya, hal ini sama sekali tidak terjadi pada kami. Baik 10 penulis, pihak Puspiptek juga baladewa Bitread, semuanya antusias dan energik. Sampai tengah malam kami tak hentinya bergantian melontarkan pemikiran yang "berat".
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Secara pribadi, kalau aku, alasannya adalah aku terperangah dan takjub. Bahwa negeri ini punya Pusat Penelitian sebesar Puspiptek dengan prestasi dan fasilitas yang sudah setara dengan kelas dunia internasional. Hanya saja, tidak banyak yang tahu.
Akhirnya, aku seperti kesetrum petir dan akhirnya ingin segera memberitahukan ke semua orang.
"Haiii kita punya PUPSPIPTEK loohh gaeess....bangga banget deh!!"
Kegemasan untuk memberitahukan ke sebanyak mungkin orang melalui tulisan kami inilah yang membuat kami tak habis-habis energinya.
Terlebih lagi aku sendiri, seperti terhenyak ke masa lalu bergaul dengan larutan asam sulfat, laboratorium, elektroforesis dan lain sebagainya jaman kuliah di Kimia. Ketika merenung kembali, kenapa aku sampai di titik ini, akhirnya aku mengambil kesimpulan. Bahwa ini adalah tugasku ketika dilahirkan ke dunia ini. Istilahnya adalah Inilah Tujuan Penciptaanku.
Pundakku seperti ditepuk seseorang dengan mantap dan mendengarnya berkata, "ingat, ada ribuan materi sains yang sudah kau lahap bertahun-tahun ketika menempuh studi. Juga rangkaian berita sainstek yang suka kau baca di setiap ada kesempatan. Ingat bahwa itulah juga amanah dan tanggung jawab yang harus kau selesaikan di dunia ini."
Semacam itulah hasil perenunganku. Demi juga mendengar paparan beberapa peneliti dan teknopreneur di gedung TBIC Puspiptek (Technology Business Incubation Center) yang ingin agar kiprah mereka bisa semakin diketahui banyak orang untuk memberikan inspirasi. Saat itulah aku semakin yakin bahwa aku harus berbuat sesuatu untuk ranah ini: SAINS - TEKNOLOGI - RISET.
Ide yang pertama kali terbesit adalah membuat media online yang mengulas tentang 3 hal tersebut. Ide ini aku sampaikan ketika sesi berjumpa peneliti dan teknopreneur di TBIC waktu itu. Dan segera disambut baik oleh mereka. Humas Puspiptek, juga memberikan masukan bagaimana caraku bekerja nanti jika harus berhadapan dengan peneliti.
Sebuah angin segar untuk ide berkutat dengan media online yang mengangkat hal yang tidak biasa. Sampai kembali ke Surabaya, ide ini terus aku gulirkan di setiap kesempatan. Aku sengaja mengikuti workshop cara merencanakan sesuatu menggunakan Business Model Canvas. Aku bertanya pada teman programmer yang ahli membuat website dan pengalaman mengelola media online. Kepada sebanyak mungkin orang, aku sampaikan niatkan ingin membuat sesuatu yang online untuk memfasilitasi keinginan para peneliti di Puspiptek tempo hari.
Akhirnya, aku dan teman-teman Writingthon memilih satu nama media yang bisa mewakili dan menjadi nama media online kami nanti. Namanya adalah RISETPEDIA. Banyak rencana yang berloncatan di kepala terkair Risetpedia ini. Risetpedia Go to School, Risetpedia Quote, Kompetisi, Seminar, Festival, Vlog, You Tube, Komik dan segala macamnya.
Sebagai gerak cepat yang biasanya spontan dilakukan oleh blogger, khususnya aku, segera saja aku membuat akun username media sosial dan membeli domain. Tujuannya agar niat ini tidak keduluan orang. Karena sekali username dipakai orang lain, kita tidak bisa merebutnya kecuali dimodifikasi dengan kata dan huruf lain.
Jadi, mulai domain www.risetpedia.com dan username @risetpedia, semua sudah ada di dalam genggaman tanganku.
Belum fix semua sudah melakukan itu semua?
Boleh kok, itu sah-sah saja di dunia digital seperti ini. Karena tumbuh dan mengembangkan suatu produk atau media bersama dengan "follower" kita malah akan saling menguntungkan. Kita bisa membaut produk yang tepat sasaran yang mereka butuhkan. Sekaligus mereka bisa merasa engage dan terkait emosional baik dengan kita.
Sekarang aku masih terus menggodok ide ini.
Karena setelah pulang dari Writingthon, ternyata aku tak hentinya juga terus menulis secara marathon. Pekerjaan terkait menulis, semakin datang. Bahkan saat ini aku terlibat Pelatihan Menulis Karya Tulis Ilmiah yang diadakan oleh Kemdikbud, untuk menjaring penulis yang paham teknologi dan Teknologi Pendidikan. Pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan menambah jumlah jurnal pada website Jurnal Teknodik yang akan go Online.
|
Sebulan setelah Writingthon, aku mengikuti pelatihan Jurnal Ilmiah di Jakarta |
Alhamdulillah, disinilah aku berada sekarang.
Dan aku sangat yakin dengan keputusan untuk tekun di bidang penulisan, sains, teknologi dan pendidikan. Semoga semakin banyak kesempatan untuk berkolaborasi dengan semakin banyak orang hebat lainnya. Sehingga ide untuk mengembangkan RISETPEDIA berhasil menjadi inspirasi, informasi dan motivasi para generasi muda bangsa untuk menjadi peneliti, teknopreneur. Bangsa ini di masa depan akan makin banyak memiliki orang yang siap membuat sesuatu yang dibutuhkan bangsanya sendiri. Dan tidak melulu menjadi konsumen dari produk bangsa lain.
|
Di depan salah satu tembok di gedung TBIC Puspiptek Serpong |
Di akhir tulisan ini, aku ingin kembali mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk BITREAD, PUSPIPTEK dan WRITINGTHON yang telah memberiku kesempatan untuk "kembali ke jalan yang benar" :)
Love you from my deepest heart.
Salam,
Heni Prasetyorini